BAB II
PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Pengakuan
dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup rumit karena sekaligus
melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur politik dan hukum sulit untuk
dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan pengakuan oleh suatu
negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai
ikatan hukum. Pengakuan sebagai suatu istilah meliputi bermacam-macam situasi
fakta yang minta diakui oleh negara-negara lain misalnya lahirnya negara baru,
perubahan pemerintahan di luar kerangka konstitusional, perubahan wilayah
terutama sebagai akibat penggunaan kekerasan pihak-pihak pada perang saudara
dan lain-lain.
Dalam bab
ini secara berturut-turut akan ditinjau lahirnya suatu Negara, pengakuan
Negara, bentuk-bentuk pengakuan (belligerency) dan pengakuan terhadap gerakan
pembebasan nasional.
A.
LAHIRNYA SUATU NEGARA
Pertanyaan
yang timbul dari segi hukum ialah apakah lahirnya suatu negara merupakan
peristiwa hukum atau peristiwa ekstra yuridik.
Opini
Pertama
Opini ini
dipelopori oleh tokoh-tokoh hukum internasional terkemuka seperti Jellinek,
Cavaglieri, dan Strupp yang menyatakan bahwalahirnya suatu negara
hanyalah merupakan suatu peristiwa fakta yang sama sekali lepas dari
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Opini
Kedua
Opini
pertama tersebut ditolak oleh kelompok Austria yang dipelopori oleh Kelsen dan
Verdross yang menyatakan bahwa lahirnya suatu negara adalah suatu proses hukum
yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Selanjutnya
bila lahirnya suatu negara hanya merupakan peristiwa fakta, maka timbul akibat
penting yaitu:
·
Tidak mungkin menolak lahirnya suatu negara dengan memakai
alasan hukum.
·
Lahirnya suatu negara bebas dari pengakuan, dalam hal ini
pengakuan tidak ikut campur dalam pembentukan negara.
1. Teori Konstitutif
Menurut
pendukung Teori Konstitutif ini di mata hukum internasional suatu negara baru
lahir bila telah diakui oleh negara lain. Pengakuan mempunyai kekuatan konstitutif.
Pendukung utama teori ini adalah Prof. Lauterpacht. Jelaslah bahwa bagi
pengikut teori konstitutif ini negara itu secara hukum baru ada bila telah
mendapat pengakuan dari negara-negara lain.
2. Teori Deklaratif
Menurut
pendukung teori ini, pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya
suatu negara semata-mata merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini
pengakuan hanyalah berupa penerimaan fakta tersebut. Mereka menegaskan bahwa
suatu negara begitu lahir langsung menjadianggota masyarakat internasional dan
pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut. Dapatlah
dikatakan bahwa kelahiran suatu negara adalah suatu peristiwa yang tidak
mempunyai kaitan langsung dengan hukum internasional, sedangkan pengakuan yang
diberikan kepada negara yang baru lahir tersebut hanya bersifat politik,
semacam pengukuhan terhadap statusnya sebagai anggota mayarakat internasional
yang baru dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya sesuai dengan hukum internasional.
B.
PENGAKUAN NEGARA
Pengakuan
adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu negara lain sebagai
subjek hukum internasional. Untuk mengakui suatu negara baru pada umumnya
negara-negara memakai kriteria, antara lain sebagai berikut:
·
Keyakinan adanya stabilitas di negara tersebut
·
Dukungan umum dari penduduk
·
Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban internasional.
Sebagai kebijaksanaan yang bersifat
politik, pengakuan dapat mempunyai akibat sebagai berikut :
1) Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan
individual dan dalam hal ini negara-negara bebas untuk mengakui suatu negara
tanpa harus memperhatikan sikap negara-negara lain.
2) Pengakuan adalah suatu discretionary
act yaitu suatu negara mengakui negara lain kalau dianggapnya perlu.
Sebagai contoh:
·
Spanyol baru mengakui Peru setelah 75 tahun Negara tersebut
memproklamasikan kemerdekaannya.
·
Belanda baru mengakui Belgia pada tahun 1838 setelah negara
tersebut merdeka pada tahun 1831.
·
Amerika Serikat mengakui Israel hanya beberapa jam setelah
Negara tersebut lahir tanggal 14 Mei 1948.
·
Amerika Serikat mengakui RRC setelah 30 tahun terbentuknya
Negara tersebut.
C.
BENTUK-BENTUK PENGAKUAN
Atas dasar tiap-tiap kasus,
pengakuan dapat dilakukan secara terang-terangan (eksplisit) ataupun diam-diam
(implicit), secara individual ataupun kolektif.
1.
Pengakuan Secara Terang-terangan dan Individual
Pengakuan
seperti ini berasal dari pemerintah atau organ yang berwenang di bidang
hubungan luar negeri. Cara yang digunakan ialah:
a.
Nota Diplomatik, Suatu Pernyataan Atau Telegram
Pada
umumnya, suatu negara mengakui negara lain secara individual yang hanya
melibatkan negara itu saja. Pengakuan individual ini mempunyai arti diplomatik
tersendiri bila diberikan oleh suatu negara kepada negara bekas jajahannya atau
kepada negara yang sebelumnya bagian dari negara yang memberikan pengakuan.
Sebagai contoh pernyataan Presiden Perancis tanggal 3 Juli 1962 yang mengakui
kemerdekaan Aljazair.
b.
Suatu Perjanjian Internasional
·
Pengakuan Perancis terhadap Laos tanggal 19 Juli 1949 dan
Kamboja 18 November 1949.
·
Pengakuan Jepang terhadap Korea tanggal 8 September 1951
melalui Pasal 12 Peace Treaty.
·
Pengakuan timbal-balik Italia-Vatikan melalui pasal 26
Treaty of Latran 14 februari 1929.
2.
Pengakuan Secara Diam-Diam
Pengakuan
implisit ini terjadi bila suatu negara mengadakan hubungan dengan pemerintahan
atau negara baru dengan mengirimkan seorang wakil diplomatik, mengadakan
pembicaraan dengan pejabat-pejabat resmi ataupun kepala negara setempat,
membuat persetujuan dengan negara tersebut. Namun dalam semua keadaan ini harus
adaindikasi yang nyata untuk mengakui pemerintahan atau negara yang baru.
Contoh walaupun tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, Vatikan
sering mengadakan hubungan dengan negara tersebut pada tingkat duta besar.
3.
Pengakuan Secara Kolektif
Pengakuan secara kolektif ini diwujudkan dalam suatu
perjanjian internasional atau konfrensi multilateral. Pandangan yang menyamakan
penerimaan dalam suatu organisasi internasional sebagai pengakuan ini ditentang
oleh Prof. Quincy Wright yang berpendapat bahwa yang ada hanyalah pengakuan
kolektif dari PBB tetapi bukanlah pengakuan individual dari masing-masing
anggotanya.
4.
Pengakuan Secara Prematur
Dalam
pengakuan internasional terdapat pula contoh-contoh dimana suatu negara
memberikan pengakuan kepada negara yang baru tanpa lengkapnya unsur-unsur
konstitutif yang harus dimiliki oleh entitas yang baru tersebut untuk menjadi
suatu negara. Dapatlah dikatakan bahwa pengakuan yang mendahului kelengkapan
unsur-unsur konstitutif ini merupakan suatu kecenderungan yang memberikan
dorongan kepada entitas yang baru untuk menjadi negara merdeka. Pengakuan
secara prematur ini merupakan ilustrasi bahwa pengakuan yang dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara atau pemerintahan yang baru lebih banyak bersifat
politik dan diluar ketentuan hukum internasional.
D.
PENGAKUAN PEMERINTAHAN
Pengakuan
pemerintahan ialah suatu pernyataan dari suatu negara bahwa negara tersebut
telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui
sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya.
1.
Perbedaan Antara Pengakuan Negara dan Pemerintahan
a)
Pengakuan negara ialah pengakuan terhadap suatu entitas baru
yang telah mempunyai semua unsur konstitutif negara dan yang telah menunjukan
kemauaannya untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat
internasional.
b)
Pengakuan negara ini mengakibatkan pula pengakuan terhadap
pemerintah negara yang diakui dan berisikan kesediaan negara yang mengakui
untuk mengadakan hubungan dengan pemerintah yang baru itu.
c)
Pengakuan terhadap suatu negara sekali diberikan tidak dapat
ditarik kembali, sedangkan pengakuan terhadap suatu pemerintahan dapat dicabut
setelah terbentuknya suatu pemerintahan baru.
2.
Akibat Pengakuan Terhadap Pemerintahan Baru
Pengakuan terhadap suatu pemerintahan baru dapat berakibat
sebagai berikut:
a)
Pemerintahan yang diakui selanjutnya dapat mengadakan
hubungan resmi dengan negara yang mengakuinya.
b)
Pemerintah yang diakui, atas nama negaranya, dapat menuntut
negara yang mengakui di peradilan-peradilan.
c)
Pemerintahan yang mengakui dapat melibatkan tanggung jawab
negara yang diakui untuk semua perbuatan internasionalnya.
d)
Pemerintahan yang diakui berhak untuk memiliki harta benda
pemerintahan sebelumnya di wilayah negara yang mengakui.
3.
Terjadinya Suatu Pengakuan Pemerintahan
Pergantian
suatu pemerintahan oleh pemerintah lain di dalam suatu negara adalah masalah
dalam negeri tersebut. Pengambilan sikap negatif terhadap pemerintah yang baru
tersebut merupakan campur tangan terhadap masalah intern suatu negara dan dapat
dianggap sebagai kebijaksanaan yang tidak bersahabat.
Dalam
sejarah diplomatik terdapat beberapa doktrin mengenai pengakuan pemerintah
yaitu:
a)
Doktrin Tobar
Dr. Tobar,
Menteri Luar negeri Equador dalam suatu pernyataan tanggal 15 Maret 1907
meletakan prinsip bahwa suatu negara harus berusaha untuk tidak mengakui suatu
pemerintahan asing bila pembentukan pemerintahan tersebut didasarkan atas
kudeta militer atau pemberontakan.
Doktrin ini terdapat dalam dua
instrumen yuridik yaitu:
(1) Konvensi Washington antara 5
Republik Amerika Tengah ( Costa Rica, Guetemala, Honduras, Nicaragua, dan
Salvador ) tahun 1907 untuk 10 tahun, tetapi tidak diperpanjang sesudah tahun
1917.
(2) Konvensi Washington tanggal 7
Februari 1923 antara negara-negara yang sama untuk 10 tahun tetapi juga tidap
diperbaharui.
b) Doktrin Stimson
Doktrin
Stimson adalah doktrin yang menolak diakuinya suatu keadaan yang lahir sebagai
akibat penggunaan kekerasan atau pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian
yang ada. Pelaksanaan doktrin ini mengalami kemacetan karena tidak diakuinya
suatu keadaan tidak pernah menjadikan keadaan tersebut kembali seperti semula
dan keadaan yang tidak diakui tersebut pada akhirnya juga diakui negara-negara
beberapa waktu kemudian.
c) Doktrin Estrada
Estrada,
Menteri Luar Negeri Mexico, tanggal 27 September 1930 menyatakan bahwa
penolakan pengakuan adalah cara yang tidak baik karena bukan saja bertentangan
dengan kedaulatan suatu negara tetapi juga merupakan campur tangan terhadap
soal dalam negeri negara lain. Penolakan tersebut juga didasarkan teori bahwa diplomatic
representation is to the state and not to the government.
Negara-negara
berkembang pada umumnya juga tidak mau mencampuri perubahan-perubahan rezim
atau pemerintahan yang terjadi di Negara-negara lain, apakah perubahan tersebut
melalui prosedur konstitusional atau tidak. Betapa banyaknya perubahan pemerintah
yang tidak melalui cara konstitusional di Afrika dan Amerika latin, namun
begara-negara tidak menarik pengakuannya dan tidak menutup perwakilan
diplomatiknya di Negara tersebut.
4.
Pengakuan De Facto dan De Jure
Pengakuan
de facto adalah pengakuan yang diberikankepada suatu pemerintahan yang belum lagi
sah secara konstitusional. Pemerintah yang lahir melalui suatu revolusi
misalnya masih dianggap sebagai pemerintah de facto walaupun kekuasaan
pemerintah tersebut sudah efektif di seluruh wilayah nasional.
Pemerintahan
yang diakui secara de jure adalah pemerintahan yang telah memenuhi tiga ciri
sebagai berikut:
a) Elektivitas : kekuasaaan yang diakui di seluruh
wilayah negara.
b) Regularitas : berasal dari pemilihan umum atau
telah disahkan oleh konstitusi
c) Eksklusivitas : hanya pemerintah itu sendiri yang
mempunyai kekuasaaan dan tak ada pemerintahan tandingan.
Sebagai
kesimpulan dari pengakuan Negara dan pemerintahan ini dapatlah dinyatakan bahwa
pengakuan terhadap suatu Negara juga
berarti pengakuan terhadap pemerintahan Negara tersebut, karena pemerintah itu
merupakan satu-satunya organ yang mempunyai wewenang untu bertindak atas nama
Negara. Pengakuan Negara sekali diberikan akan tetap ada walaupun bentuk Negara
mengalami perubahan dan meskipun pemerintahannya sering berganti.
Revolusi-revolusi adalah persoalan intern suatu Negara dan hukum internasional
hanya ikut campur apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian
internasional atau pelanggaran dri hak-hak yang telah diperoleh Negara ketiga.
Itu adalah prinsip kontinuitas suatu Negara.
E.
PENGAKUAN TERHADAP PEMBERONTAK ( BELLIGERENCY)
Bila di suatu Negara terjadi pemberontakan dan pemberontakan
tersebut telah memecah belah kesatuan nasional dan efektivitas pemerintahan
maka keadaan ini menempatkan Negara-negara ketiga dalam keadaan yang sulit
terutama dalam melindungi berbagai kepentingannya di Negara tersebut.
Dalam keadaan ini lahirlah sistem pengakuan belligerency.
Contoh yang paling dikenal adalah pengakuan belligerency yang
diberikan kepada orang-orang selatan di Amerika Serikat pada waktu perang
saudara oleh Perancis dan Inggris serta Negara-negara Eropa lainnya.
Pengertian Pengakuan Belligerency
Pengakuan Belligerency berarti:
1. Memberikan kepada pihak yang
memberontak hak-hak dan kewajiban suatu Negara merdeka selama berlangsungnya
peperangan.
2. Ini berarti:
a. Angkatan perangnya adalah kesatuan
yang sah sesuai dengan hukum perang dan bukan para pembajak.
b. Peperangan antara pihak harus sesuai
dengan hukum perang.
c. Kapal-kapal perangnya adalah
kapal-kapal yang sah dan bukan bajak laut.
d. Blokade-blokade yang dilakukannya di
laut dihormati oleh Negara-negara netral.
3. Di lain pihak, pemerintah yang
memberontak tersebut tidak dapat merundingkan perjanjian-perjanjian
internasional, tidak dapat menerima dan mengirim wakil-wakil diplomatic dan
hubungannya dengan Negara-negara lain hanya bersifat informal. Ia merupakan
subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan bersifat
sementara.
4. Sebagai akibat pengakuan
belligerency oleh Negara-negara ke-3, Negara induk dibebaskan dari tanggung
jawab terhadap Negara-negara ke-3 tersebut sehubungan dengan
perbuatan-perbuatan kelompok yang memberontak.
5. Bila Negara induk memberikan pula
pengakuan belligerency kepada pihak yang memberontak, ini berarti kedua pihak
harus melakukan perang sesuai dengan hukum perang. Dalam hal ini, pihak ke-3
tidak boleh ragu-ragu lagi untuk memberikan pengakuan yang sama.
6. Pengakuan belligerency ini bersifat
terbatas dan sementara serta hanya selama berlangsungnya perang tanpa
memperhatikan apakah kelompok yang memberontak itu akan menang atau kalah dalam
peperangan.
7. Dengan pengakuan belligerency itu
Negara-negara ke-3 akan mempunyai hak-hak dan kewajiban sebagai Negara netral
dan pengakuan belligerency ini terutama diberikan karena alasan humaniter.
F.
PENGAKUAN TERHADAP GERAKAN-GERAKAN PEMBEBASAN NASIONAL
Suatu perkembangan baru dalam hukum internasioanal ialah
diberikannya pengakuan terbatas kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang
memungkinkannya untuk ikut dalam PBB atau organisasi-organisasi internasioanl
tertentu. Namun, pengakuan semacam ini belum bersifat universal dan masih
ditolak terutama oleh Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris
dengan alasan Piagam PBB tidak berisi ketentuan mengenai peninjau dan
gerakan-gerakan pembebasan adalah kelompok yang bukan Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar