ABSTRAK
Pornografi
dan pornoaksi terjadi akibat gelombang modernisasi dan globalisasi yang deras
menuju ruang-ruang kehidupan masyarakat. Tanpa ada kesadaran semua pihak untuk
menghentikannya dengan pertimbangan kemaslahatan umat, pornografi dan pornoaksi
akan terus berulang Islam sejak awal telah mengantisipasi persolan ini sehingga
sejumlah ayat dan hadis sejak awal telah mengatur tatacara berpakain, melakukan
hubungan komunikasi antara pria dan wanita, termasuk juga melarang
publikasi-publikasi yang dapat menimbulkan dekadensi moral bagi umat manusia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena pornografi dan pornoaksi
dewasa ini telah mencapai perkembangan yang sangat pesat, sudah menyentuh setiap
lapisan masyarakat tanpa terhalang oleh sekat-sekat geografis lagi. Bahkan
masyarakat pedesaan yang secara geografis jauh dari kota, di mana diasumsikan sebagai
sentra pornografi dan pornoaksi, pun tak luput terjamah.
Mengapa pornografi dan pornoaksi dapat
berkembang sedemikian pesat? Tentu banyak faktor yang melatarbelakanginya. Antara lain misalnya model busana yang masih menampilkan aurat,[1]media massa baik cetak maupun elektronik, termasuk
juga (terutama) internet, tentu saja ikut andil dalam penyebaran pornografi dan
pornoaksi tersebut.[2]
Sebab pornografi adalah substansi
dalam media massa atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan
tentang seks, cabul atau erotika.[3] Biasanya aksi porno
digambarkan dengan lukisan atau gambar yang kemudian dikonsumsi publik lewat
media cetak. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan, sikap, perilaku, gerakan
tubuh ataupun suara yang erotis dan sensual, baik yang dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak sengaja, secara perseorangan atau berkelompok.
Meski tidak sepenuhnya disebabkan oleh
media massa, namun suguhan berita serta tayangan yang mengusung tema
seksualitas berikut derivasinya secara tak langsung telah memantik imajinasi
publik tentang pornografi dan pornoaksi. Belum lagi internet di mana
situs-situs porno begitu gampang diakses tanpa filter yang ketat jelas menjadi
media efektif bagi mewabahnya pornografi dan pornoaksi.
Menurut sebuah penelitian, di seluruh
dunia ada sekitar 26.000 situs porno. Jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah, dengan 1.500 situs porno baru setiap bulannya. Situs porno lokal
saja tidak kurang dari 1100 buah. Dus, buku, gambar, dan VCD porno juga tak
sulit ditemukan.
Dengan kepungan arus pornografi dan
pornoaksi tersebut, siapa yang mampu menjamin masyarakat di berbagai lapisan
takkan tenggelam dalam pusaran terkutuk itu. Akhirnya, disadari
atau tidak, masyarakat pun melakukan
hal yang mengarah ke bentuk pornografi dan pornoaksi.
Karena itulah bisa dimengerti kenapa angka
pemerkosaan terus meningkat belakangan ini. Setidaknya berita pemerkosaan yang terus
saja berulang di berbagai daerah dengan beragam motifnya makin menguatkan sinyalemen
itu. Pada kisaran satu dasawarsa silam saja, di Indonesia rata-rata terjadi 5
sampai 6 wanita diperkosa setiap harinya.[4] Tak tertutup kemungkinan data
ini bertambah secara drastis dewasa ini.
Sebuah penelitian di Ontario Kanada
membuktikan, 77% dari pelaku pemerkosaan sodomi (pria) dan 87% pemerkosa wanita
mengaku menonton secara rutin bacaan dan tontonan porno. Liberalisasi
pornografi di AS, Inggris, dan Australia telah meningkatkan angka pemerkosaan.
Dr. Mary Anne Layden, Direktur pendidikan University of Pennsylvania Health System,
menyatakan bahwa selama menangani pelaku dan korban kekerasan seksual selama 13
tahun, tak satu pun kasus yang tidak diakibatkan oleh pornografi.[5] Meski terdapat perbedaan
yang cukup signifikan dengan Indonesia, namun pada substansinya penelitian itu juga
bisa digunakan sebagai parameter untuk menjawab kenapa kasus pemerkosaan di
negara ini terus meningkat.
Maka
siapakah yang harus disalahkan bila perilaku yang mengarah pada pornografi dan
pornoaksi sudah sedemikian menggurita di wilayah publik? Tentu, sekali lagi, tak
etis jika menumpahkan kesalahan kepada pihak tertentu. Justru masyarakat
sendiri yang mesti secara tegas mengevaluasi dirinya atas semua itu.
Hanya saja, sampai saat ini masih
terjadi silang pendapat tentang pornografi dan pornoaksi itu sendiri. Hal itu
muncul karena perbedaan sudut pandang dalam memahami pornografi dan pornoaksi.
B.
Identifikasi Masalah
1. Faktor-faktor apakah yang mendorong terjadinya pornografi dan
pornografi dan pornoaksi?
2. Bagaimana dampak dari adanya pornografi dan pornoaksi baik bagi pelakunya
sendiri maupun bagi masyarakat luas?
3. Bagaimana solusi untuk menangani permasalahan mengenai pornografi
dan pornoaksi?
C. Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya
pornografi dan pornoaksi.
2. Untuk mengetahui dampak yang timbul dari dari perbuatan pornografi
dan pornoaksi baik bagi pelakunya senidir maupun bagi masyarakat luas.
3. Untuk mengetahui solusi dalam menangani permasalahan mengenai
pornografi dan pornoaksi.
D. Kerangka Pemikiran
1. Grand Theory
Al-Quran Surat Al-Isra' ayat 32 :
32 : “Dan janganlah kamu mendekati
zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan
yang buruk”.
Al-Quran Surat An-Nur ayat 30 :
30.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Al-Quran Surat An-Nur ayat 31 :
31.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.
Al-Quran Surat Al-Ahzab Ayat 33 :
33.
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul
agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh
syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
[1216] Yang dimaksud Jahiliyah yang
dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan
yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi
sesudah datangnya Islam.
[1217] Ahlul bait di sini, Yaitu
keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.
Al-Quran Surat Al-Ahzab Ayat 59 :
59.
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232]
ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1232] Jilbab ialah sejenis baju
kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
2. Middle Theory
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG
PORNOGRAFI
Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang
menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa
pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas
seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung
maupun tidak langsung layanan seksual.
Hadis Rasulullah SAW :
·
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tiga jenis orang
yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka,
tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang
berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim
[107]).
·
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw. bersabda, “Tidaklah berzina
seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin,”
·
Masih diriwayatkan darinya dari
Nabi saw. beliau bersabda, “Jika seorang hamba berzina maka keluarlah darinya
keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka
kembalilah keimanan itu kepadanya,” (Shahih, HR Abu Dawud [4690]).
·
Diriwayatkan dari al-Miqdad bin
al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya,
“Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya
telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda,
“Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih
ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya,” (Shahih, HR Bukhari
dalam Adabul Mufrad [103]).
3. Aplly Theory
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor U-287 Tahun 2001 oleh Majelis ulama Indonesia Pornografi dan Pornoaksi
Tahun 2001 :
Pertama : Hukum
1. Melakukan hubungan seksual di
luar pernikahan yang sah (zina) adalah haram.
2. Berbuat intim, berdua-duaan,
dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan/atau mendorong melakukan
hubungan seksual di luar pernikahan yang sah, antara laki-laki dengan perempuan
yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah adalah haram.
3. Memperlihatkan aurat, yakni
bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain
muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan adalah haram.
4. Memakai pakaian ketat yang
dapat memperlihatkan lekuk tubuh bagi perempuan, di hadapan laki-laki yang
bukan suami atau mahramnya adalah haram.
5. Menggunakan kosmetika yang
dapat membangkitkan nafsu birahi laki-laki yang bukan suaminya, bagi perempuan,
adalah haram.
6. Menggambarkan, secara langsung
atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, tulisan,
suara maupun ucapan yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
7. Melakukan suatu perbuatan
dan/atau suatu ucapan yang dapat mendorong terjadinya perbuatan sebagaimana
dimaksud angka 1 dan 2 adalah haram.
8. Membiarkan diri yang terbuka
auratnya atau berpakaian ketat sebagaimana dimaksud angka 3 untuk diambil
gambarnya, baik untuk dicetak atau divisualisasikan, dan gambarnya tersebut
akan diperlihatkan kepada laki-laki yang bukan suaminya adalah haram.
9. Melakukan pengambilan gambar
sebagaimana dimaksud angka 8 adalah haram
10. Melakukan hubungan seksual di
hadapan orang, membiarkan diri yang sedang melakukan hubungan seksual atau
adegan seksual untuk diambil gambarnya, melakukan pengambilan gambar hubungan
seksual atau adegan seksual, melihat hubungan seksual atau adegan seksual
adalah haram.
11. Memperbanyak, mengedarkan,
menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar, baik cetak atau
visual, orang yang terbuka auratnya, perempuan berpakaian ketat sebagaimana
dimaksud angka 4, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah
haram.
12. Membantu dan/atau membiarkan
tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram.
13. Memperoleh uang, manfaat,
dan/atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah
haram.
E. Metodologi
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan
metodologi library research atau kajian kepustakaan. Riset kajian kepustakaan
ini adalah melakukan penelitian dari buku – buku atau kitab – kitab
perpustakaan dan sumber dari internet yang relevan dengan masalah yang dibahas.
Makalah ini merupakan hasil pengumpulkan data yang penulis lakukan
untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah tersebut. Baik berupa dokumen
atau informasi yang valid dan dapat dipercaya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan arah yang lebih jelas dan gambaran umum
tentang makalah ini, maka penulis membuat uraian singkat tentang isi setiap bab
dari makalah ini, sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, maksud dan tujuan, kerangka pemikiran, metodologi, dan
sistematika penulisan.
BAB II TEORI-TEORI TENTANG PERKAWINAN
Dalam bab ini berisi tentang teori-teori yang terdiri
dari pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, syarat-syarat perkawinan dan
rukun-rukun perkawinan.
BAB III PERKAWINAN USIA DINI
Dalam bab ini berisi tentang materi dari makalah yang
berjudul PERKAWINAN USIA DINI yang terdiri dari perkawinan usia dini dalam
perspektif psikologi, perkawinan usia dini dalam perspektif agama, dan
perkawinan usia dini di pandang dari berbagai sisi.
BAB IV ANALISA HUKUM
Bab ini berisi tentang analisa terhadap identifikasi
masalah No. 1, 2 dan 3.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
BAB II
LANDASAN TEORI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
A.
Pengertian Pornografi dan
Pornoaksi
Sebetulnya tidak ada
sesuatu yang baru dalam kontroversi seputar pornografi, karena sebagaimana asal
katanya, pornografi berasal dari kata Yunani porne yang berarti wanita
jalang, dan graphos yang berarti gambar atau tulisan.[6]
Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi adalah
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau gambar untuk
membangkitkan nafsu birahi. Sedangkan dalam Oxford English Dictionari, pornografi
diartikan sebagai pernyataan atau saran mengenai hal-hal yang mesum atau kurang
sopan di dalam sastra atu seni.
Dalam brosur yang
diterbitkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan,[7]
pornografi disebutkan sebagai produk visualisasi seperti gambar, foto, film dan
jenis lainnya yang mengekploitasi seks dengan cara asusila yang melecehakan
harkat dan martabat wanita, melanggar moral, ajaran agama, adat istiadat dan
tradisi. Dalam perkembangannya istilah pornografi mengalami perluasan arti
menjadi pornoaksi, sehingga yang dikategorikan porno tidak lagi dalam bentuk gambar
seperti foto atau film, tetapi dalam wujud nyata berupa tindakan. Dengan
demikian, menurut Mustanyir,[8]
pornografi dapat dipahami dalam tiga pengertian. Pertama, kecabulan yang
merendahkan derajat kaum wanita. Kedua, merosotnya kualitas kehidupan
yang erotic dalam gambar-gambar yang jorok, kosakata yang kasar, dan humor yang
vulgar. Ketiga, mengacu pada tingkah laku yang merusak, yang terkait
dengan mental manusia.
B.
Pornografi dan Pornoaksi dalam
Polemik Estetika dan Etika
Gambar-gambar
porno dalam berbagai tabloid maupun media elektronik seringkali ditampilkan
secara vulgar dan disertai dengan pengetahuan “seksualitas” yang dikemas dalam
bahasa provokatif untuk sekedar menaikkan tensi libiditas public pembaca atau
pemirsa tanpa standar etika sosail yang jelas dan hanya dijadikan komoditas
media yang akan mengahasilkan keuntungan besar bagi pemiliknya. Menurut Ashadi
Siregar, sebagimana dikutip Yulianto[9] salah
satu hipotesis yang dapat diajukan tentang faktor penyebab komersialisasi seks
melalui pewacanaan media adalah karena pengaruh relasi sosail yang bersifat
“mutualistis”, artinya pornografi media akan terus berkembang mengikuti pola
penalaran (tingkat apresiasi) masyarakat pembaca/penikmat dan juga merupakan
konsekwensi logis keterbukaan informasi yang tidak terkontrol. Antara pemilik
modal jurnalisme seksis (pornografi media) dan masyarakat pembaca/penikmat
produk pornografi media saling membutuhkan. Masyarakat pembaca di Indonesia,
pada umumnya masih memiliki daya apresiasi wacana yang “rendah”. Mereka lebih
menyukai wacana-wacana social yang eksotis.
C.
Pengertian Pornografi dan
Pornoaksi Ditinjau dari Sudut yang Melihat dan atu Mendengar dan atau Menyentuh
Orang
yang sudah dewasa jika melihat dan mendengar dan atau menyentuh benda-benda
pornografi dan atau pornoaksi akan berbeda dengan orang yang masih anak-anak,
atau orang yang belum dewasa. Begi orang yang sudah dewasa, kemungkinan untuk
dapat mengendalikan diri dari pornografi dan atau pornoaksi masih ada
dibandingkan dengan orang yang belum dewasa.
Sedangkan
orang yang belum dewasa, terutama anak-anak yang berusia menjelang remaja, dan
usia remaja, lebih mudah dipengaruhi oleh pornografi dan atau pornoaksi baik
yang dilihat atau didengar atau disentuh mereka. Lain halnya dengan anak atau
anak-anak yang belum baligh dan belum mummayiz tentu akan berbeda pula
pengaruhnya. Meskipun demikian, dilihat dari ajaran Islam bahwa system
pembelajaran terhadap anak itu wajib dimulai sejak ia atau mereka masih dalam
kandungan ia atau mereka masuk ke liang lahat, maka hal-hal yang berkaitan
dengan pornografi atau pornoaksi wajib pula dihindarkan dari mereka, sekalipun
mereka masih balita.
Karena
itu, dalam surah an-Nur ayat 58sampai dengan 61diatur tentang tata
karma, sopan santun pergaulanm dalam rumah tangga, antara anak-anak yang sudah
baligh dan mummayiz dengan orang tua mereka dan antara para pekerja yang
bekerja di rumah tangga bersangkutan dengan pemilik rumah.[10]
D.
Pornografi dan Pornoaksi dalam
Perspektif Hukum Islam
Islam
berpandangan bahwa pornografi adalah semua produk berupa gambar, tulisan, suara
dan sebagainya yang memperlihatkan, menggambarkan, dan menguraikan segala hal
tentang aurat pria dan wanita atau proses hubungan rumah tangga tanpa tujuan
yang dibenarkan oleh hokum islam, misalnya untuk pendidikan, media, maupun
hukum.[11]
Pembahasan aurat dalam Islam menduduki arti penting dan mendapat perhatian yang
besar, karena aurat mempunyai beberapa aspek berkaitan dengan beberapa hal
seperti ibadah, etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan, antara muhrim
dan bukan muhrim, serta aurat dalam kaitannya dengan hokum berpakaian. Secara
umum aurat diartikan sebagai bagian anggota tubuh yang tidak patut
diperlihatkan kepada orang lain dan bagian-bagian itu ada beberapa macam sesuai
dengan situasi dan kondisi.[12]
Oleh
karenanya memperlihatkan aurat yaitu bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi
laki-laki serta seluruh bagian tubuh wanita selain muka, telapak tangan dan
telapak kaki adalah haram kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar’i.
BAB III
HUBUNGAN PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DENGAN TUJUAN
HUKUM ISLAM
A. Hubungan Pornografi dan Pornoaksi dengan Konsep Kepemilikan Tubuh
dan Harta
Pornografi dan pornoaksi selalu
dikaitkan dengan gerak tubuh yang erotis dan atau sensual dari perempuan dan
atau laki-laki untuk membangkitkan nafsu birahi baik bagi lawan jenis maupun
sejenis. Sebenarnya perbuatan yang termasuk pornografi atau pornoaksi bukan
semata-mata perbuatan erotis yang membangkitkan nafsu birahi, tetapi juga
termasuk perbuatan erotis yang memuakkan, menjijikkan atau memalukan orang yang
melihatnya atau mendengarnya, atau menyentuhnya. Timbulnya rasa jijik, muak
atau malu karena tidak semua orang menyukai untuk melihat perbuatan atau
gambar-gambar yang pornografis.
Hubungan perbuatan pornografi dan
pornoaksi dengan pemilik tubuh pelaku, tentu tidak lepas dari prinsip
kepemilikan tubuh itu sendiri bagi masing-masing pemilik tubuh, biasanya selalu
berkaitan dengan perolehan sejumlah
harta sebagai imbalan jasa bagi pemilik tubuh bersangkutan, baik sebagai model
peragaan busana (kecuali busana muslim), model iklan, lukisan, patung, penari,
penyanyi, dan lain-lain, ataupun prinsip kepemilikan tubuh bagi orang atau
badan usaha terkait.
Menurut ajaran Islam, tubuh manusia
merupakan amanah Allah bagi pemilik tubuh yang bersangkutan yang wajib dipelihara
dan dijaga dari segala perbuatan tercela, perbuatan yang merugikan diri pemilik
tubuh itu sendiri, maupun masyarakat, demi keselamatan hidup dan kehidupannya,
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Tubuh sebagai amanah Allah yang wajib
dipelihara oleh setiap insan, antara lain diatur dalam surah an-Nur ayat 30 dan
ayat 31 yang mengatur tentang tata busana dan tata pergaulan dalam keluarga dan
masyarakat bagi laki-laki dan perempuan.[13]
Demikian pula harta, menurut ajaran
Islam, juga merupakan hak mutlak Allah (al-Haddid ayat 1 sampai dengan
ayat 6), yang diamanahkan kepada manusia untuk memanfaatkannya. Karena itu,
dalam memperoleh dan mempergunakan harta harus sesuai dengan tuntunan-Nya,
antara lain melalui kewajiban mambayar zakat bagi setiap muslim yang telah
memenuhi syarat. Tuhan telah menyampaikan ketentuan-ketentuan dalam
ayat-ayat-Nya adalah untuk kepentingan umat manusia, diantaranya ayat-ayat
tentang cara memperoleh dan memanfaatkan harta merupakan tanda cinta Allah
kepada manusia, makhluk-Nya.
Sehubungan dengan prinsip
kepemilikan tubuh dan harta sebagai amanah Allah, maka pengkajian pornografi
dan pornoaksi tidak dapat dilepaskan dari tujuan hokum Islam.
B. Kaitan Tindak Pidana Pornografi dan Tindak Pidana Pornoaksi dengan
Memelihara Agama.
Kaitan tubuh dengan seluruh aspek yang
terdapat di dalamnya (ruh, jiwa, akal, dan kalbu) adalah bertujuan untuk
memelihara agama. Agama Islam sebagai agama terakhir dan agama yang diridhai
oleh Allah (al-maidah ayat 3) yang berintikan akidah, syari’ah, dan
akhlak, menuntun, membimbing, mengarahkan, dan mengatur hidup dan kehidupan
manusia, baik dalam peraturan dan qat’i maupun zanni, demi
kebahagiaan kita di dunia dan akhirat kelak (surah ar-Rad ayat 28 dan
ayat 29 jo. Surah az-Zukhruf ayat 68 sampai dengan ayat 73).
Agama Islam yang di dalamnya terdapat
hokum Islam, baik dalam pengertian syari’ah maupun fiqh, mengatur
hubungan kita dengan Tuhan (ibadah mahdah, atau yang disebut juga hablun
minanallah), yang tercermin dalam arkanul –Islam, juga mengatur
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat, baik local, nasional, maupun internasional, serta mengatur hubungan
manusia dengan alam sekitarnaya (hablun-minan-nas). Di dalam ajaran
agama Islam, juga dikemukakan tentang sejarah manusia yang harus diteladani
(surah an-Nahl ayat 120 sampai dengan ayat 123), dan sejarah manusia
durhaka yang menentang Tuhan, yang sebenarnya ia atau mereka adalah menyesatkan
dan menganiaya dirinya sendiri maupun orang lain (surah az-Zukhruf ayat
74 sampai dengan ayat 80), yang harus dihindari oleh setiap umat manusia
berikutnya, karena amalan-amalan mereka menjadi sia-sia seperti debu ditiup angin (surah Ibrahim ayat 18)
C. Kaitan Tindak Pidana Pornografi dan Tindak Pidana Pornoaksi dengan Memelihara
Jiwa
Kaitan pornografi dan atau pornoaksi
dengan memelihara jiwa. Tubuh tanpa jiwa adalah mati. Dan setiap yang berjiwa
akan merasakan mati, begitu pula manusia. Mati merupakan batas akhir dari
kehidupan raga seorang manusia di dunia yang fana, dan pasti kembali ke Illahi,
karena Tuhanlah yang menciptakan manusia maka manusia pasti kembali kepadaNya.
Tuhan Maha Kuasa menghidupkan orang yang mati dan Tuhan Maha Kuasa pula
mematikan dan menghidupkan manusia.
[1] Fungsi pakaian mula-mula tidak lebih dari untuk menutuf badan dan
melindunginya dari ancaman bahaya, tetapi ketika peradaban umat manusia semakin
maju, fungsi pakaian pun juga menjadi bertambah yaitu untuk perhiasan dan
meningkatkan kecantikan (al-tajammul wa al-tazayyun), keelokan, kecantikan dan
ketampanan pada pakaian ini berbeda dari satu komunitas ke komunitas lainya.
[2] Mustafa Abdu al-Wahid,
al-Islam wa al-Musykilah al-Jinsiyah. Kairo: Dar al-I'tisham, tt, hal.
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan “erotika” adalah karya
sastra yang tema atau sifatnya berkenaan dengan nafsu kelamin atau kebirahian.
[6] Evie Sofia Inayati, “Permasalahan Masyarakat dan Kegemaran Terhadap
Pornografi : Kajian Pustaka, Tarjih Edisi 5 Januari 2003.
[7] Dharma wanita persatuan, 2002, Arti Pornografi dan pornoaksi
dalam http://www.dwp.or.id/article.php?id=111.
[8] Rizal Mustanyir, “Refleksi Filosofis atas Pornografi dan
Pornoaksi,” Tarjih, Edisi 5 Januari 2003.
[9] Trisno Yulianto dan Ari Krisnawati, “Pornografi dan Perempuan
Media” dalam http://www.dwp.or.id/article.php?id=111.
[10] Departemen Agama, op cit, hal. 554-555.
[11] M. U. Sa’bah, 2001, Perilaku seks menyimpang dan seksualitas
kontemporer umat islam. UII Press, Yogyakarta, hal. 78.
[12] Ibrahim Muhammad Al-Jamal, 1986, Fiqih Wanita, Terj. Anshori
Umar, Asy-syifa, Semarang. Hal. 110.
[13] Departemen Agama, op cit, hal. 548.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar