BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak zaman prasejarah, yaitu sekitar tahun 2000 SM, seluruh kawasan Asia
Tenggara merupakan daerah penyebaran rumpun budaya dan bahasa
Melayu-Austronesia, maka lahirlah berbagai kerajaan yang berada di kawasan
ASEAN seperti Sriwijaya dan Majapahit
yang merupakan kerajaan terbesar di Asia Tenggara.
Pada abat ke-16 bangsa-bangsa barat mulai datang dan merebut pengaruh di
kawasan ini, dan mereka mulai datang sebagai pedagang tetapi kemudian sebagai
penjajah karena kawasan ASEAN mempunyai suber kekayaan yang sangat melimpah.
Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, maka
negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk suatu kerjasama yang
dapat meredakan saling curiga sekaligus membangun rasa saling percaya serta
mendorong untuk pembangunan di kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN tahun 1967,
negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang
kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti
Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philippina, Indonesia (MAPHILINDO),
South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), South
East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council
(ASPAC).
Meredanya rasa saling
curiga diantara negara-negara Asia Tenggara membawa dampak positif yang
mendorong pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan
konsultatif yang dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint
Declaration, yang antara lain mencakup kesadaran perlunya meningkatkan
saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama
yang bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah
dan budaya. Maka pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, lima Wakil Negara
Pemerintahan Asia Tenggara yaitu Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar
Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura dan
Thailand menandatangani Deklarasi ASEAN atau yang di sebut juga dengan
Deklarasi Bangkok. Deklarasi
tersebut menandai berdirinya suatu organisasi regional yang diberi nama Association
of Southeast Asian Nations, ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).
Organisasi ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya,
serta memajukan perdamaian di tingkat regional yang masih pada tahap kooperatif
dan belum bersifat integratif.
Maka dalam konflik Thailand-Kamboja,
pentingnya organisasi regional atau ASEAN sebagai aktor utama dalam mengamankan
kawasan dari ancaman konflik antar Negara-negara kawasan tersebut, yang dapat
menghambat kepentingan dan tujuan-tujuan bersama dalam organisasi ASEAN.
Konflik bersenjata Thailand-Kamboja adalah konflik kepentingan nasional yang
sangat dalam. Candi berusia delapan abad itu memicu ketegangan setelah UNESCO
menetapkannya sebagai Warisan Dunia. Sengketa perbatasan Thailand-Kamboja
dimulai pada bulan Juni 2008 sebagai babak terbaru dari sengketa panjang yang
melibatkan daerah sekitar abad ke-11 Preah Vihear, terletak antara Khsant Choam
kabupaten di Preah provinsi Kamboja utara dan Kantharalak kabupaten ( Amphoe)
di Sisaket Provinsi Northeastern
Thailand. Lebih dari setahun lalu, Thailand dan Kamboja terlibat ketegangan
yang dipicu oleh klaim masing-masing pihak akan kepemilikan kuil Preah Vihear
di perbatasan kedua negara. Penulis kembali menyebutkan bahwa konflik yang
terjadi antara Thailand dan Kamboja adalah kepentingan nasional, wilayah
sekitar Kuil Preah Vihear yaitu bahwa Thailand maupun Kamboja ingin menguasai
wilayah yang kaya akan sumber daya energi tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan
batasan masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
Profil Negara Kamboja?
2. Bagaimana
Profil Negara Thailand?
3. Bagaimana
Sejarah Kuil Preah Vihear?
4. Apakah
Penyebab Terjadinya Konflik Antara Kamboja-Thailand?
5. Bagaimana Peran ASEAN Dalam Penyelesaiaan
Konflik Thailand-Kamboja?
C. Maksud dan Tujuan
1. Untuk Mengetahui Profil Negara
Kamboja.
2. Untuk Mengetahui Profil Negara
Thailand.
3. Untuk Mengetahui Sejarah Kuil Preah
Vihear.
4. Untuk Mengetahui Penyebab
Terjadinya Konflik Antara Kamboja-Thailand.
5. Untuk mengetahui Peran ASEAN Dalam Penyelesaian
Konflik Thailand –Kamboja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Negara Kamboja
1) Sejarah
Orang-orang
Khmer yang tinggal di daerah Indocina selama setidaknya 2.000 tahun. Kerajaan
Khmer, dengan ibukotanya di Angkor dari sekitar 900 Masehi, adalah negara yang
paling kuat di Asia Tenggara daratan sebagian besar periode 802-1432. Kamboja
Kebanyakan menganggap diri mereka Khmer, keturunan dari Kerajaan Angkor.
Kerajaan menikmati masa kejayaannya sekitar 1200, ketika itu meliputi lebih
dari sekarang Laos, Thailand dan Vietnam. Dari 1432 Kerajaan menurun,
kehilangan banyak wilayah tetangga semakin kuat.
Kamboja
diperintah dari Hanoi sebagai bagian dari Perancis Indo-China dari 1864 sampai
tahun 1953 ketika Raja Norodom Sihanouk, yang telah ditempatkan pada takhta
oleh Perancis pada tahun 1941, kemerdekaan penuh dicapai. Ia memerintah Kamboja
sampai tahun 1970, ketika Marsekal Lon Nol digulingkan dia dalam kudeta. The
Lon Nol pemerintah dikalahkan oleh pasukan pemberontak Khmer Merah, sebuah
partai sayap kiri ekstrim, dipimpin oleh Saloth Sar (dikenal sebagai Pol Pot),
yang memerintah Kamboja 1975-1979, ketika diperkirakan sekitar 1,7 juta rakyat
Kamboja ( lebih dari 20% dari populasi) meninggal karena kelaparan, penyakit
atau eksekusi. Pada awal 1979 Vietnam menginvasi Kamboja, mengusir Khmer Merah
dan mendirikan Republik Rakyat Kamboja (1979-1989), kemudian berganti nama
menjadi Negara Kamboja (1989-1991). Khmer Merah berkumpul kembali kekuatan
mereka di sepanjang perbatasan Thailand dan mengobarkan perang terhadap
pemerintah Phnom Penh, dalam aliansi longgar dengan royalis dan kelompok
anti-Vietnam lainnya. Vietnam akhirnya menarik pasukan mereka dari Kamboja pada
tahun 1989. Perjanjian Perdamaian Paris pada 1991 dan pembentukan UNTAC
(Transisi PBB di Kamboja Authority) dari tahun 1991-1993, membantu membawa
stabilitas ke Kamboja. Pada tahun 1993, negara ini mengadopsi nama sekarang
Kerajaan Kamboja. Pemilu demokratis pertama, yang diselenggarakan oleh UNTAC
pada tahun 1993, yang sempat dimenangkan oleh royalis Front Persatuan Nasional
untuk Kemerdekaan, Netral, Damai dan Koperasi Kamboja (Funcinpec) yang
membentuk pemerintahan koalisi dengan Partai Rakyat Kamboja (CPP). Namun, pertempuran
sengit pecah antara dua mitra koalisi pada tahun 1997 sebelum pemilu tahun
1998, yang didirikan CPP sebagai pihak yang dominan. Pemilihan berikutnya tahun
1998 dimenangkan oleh CPP. Sebuah pemerintahan koalisi baru antara CPP dan
Funcinpec dibentuk pada bulan November 1998 dengan Hun Sen sebagai Perdana
Menteri. Sebuah Senat didirikan pada tahun 1998.
2) Geografi
Total luas Kamboja adalah 181.040
km2, sedikit lebih kecil dari Oklahoma. iklim Kamboja beriklim tropis dengan
suhu sedikit variasi musiman: musim musim hujan berlaku dari Mei sampai
November, sedangkan untuk musim kemarau berlangsung dari Desember hingga April.
Geografi terdiri dari dataran rendah, dataran datar, dengan pegunungan di barat
daya negara dan utara. Titik tertinggi adalah Aoral Phnum topping off pada 1.810 m. Kamboja adalah negara yang
kaya sumber daya, dengan minyak dan gas, kayu, batu permata, beberapa bijih
besi, mangan, dan fosfat. Kamboja Terletak di Semenanjung Indochina, berbatasan
darat di sebelah utara dengan Laos dan Thailand, di sebelah timur dan selatan
dengan Vietnam dan sebelah barat dengan Teluk Thailand. Kamboja sebagian besara
terdiri dari tanah datar yang dikelilingi oleh gunung di Utara dan Baratdaya
serta di sebelah timur mengalir sungai Mekong sampai Vietnam di selatan.
3) Budaya
Budaya di Kamboja sangatlah
dipengaruhi oleh agama Budha Theravada. Diantaranya dengan dibangunnya Angkor
Wat. Kamboja juga memiliki atraksi budaya yang lain, seperti, Festival Bonn
OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional yang diadakan setiap November.
Rakyat Kamboja juga menyukai sepak bola. Hanya di bawah 14.000.000 orang
tinggal di Kamboja. Harapan Hidup 61,29 tahun. Tingkat Kelahiran 25,53
kelahiran per 1.000. Tingkat Keaksaraan adalah 73,6%. Bahasa yang di miliki
oleh Negara ini adalah Khmer, Prancis, Inggris. Etnis Khmer, Vietnam, Cina. Dan
Agama 95% Buddha Theravada.
4) Ekonomi
Pendapatan
per kapita Kamboja meningkat tetapi masih rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain di kawasan ASEAN. Perekonomian stabil dan pemerintah telah
membuat kemajuan yang signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Pada
tahun 2005 Pemerintah Kamboja mengembangkan agenda reformasi yang komprehensif
yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Strategis Nasional, yang memiliki
dukungan kuat dari donor asing. NSDP II (2009-2013) disetujui pada Mei 2010 dan
di Kamboja Forum Kerjasama Pembangunan pada bulan Juni 2010 donor menegaskan
keinginan mereka untuk menghabiskan sekitar $ 1,1 miliar pada bantuan
pembangunan selama 2010. Kamboja berkelanjutan satu dekade pertumbuhan ekonomi
yang tinggi hingga kondisi perekonomian global pada 2008/09. Drops ekspor,
kedatangan turis dari luar daerah, dan investasi asing langsung, berdampak
terhadap perekonomian sangat selama krisis ekonomi.
Pertumbuhan
pulih pada tahun 2010, dan diperkirakan akan menjadi sekitar 5-7% pada tahun
2011. Sektor keuangan apung, dengan pertumbuhan kredit meningkat dan persiapan
di tangan untuk meluncurkan Bursa Efek. Kamboja masih agraris dengan persentase
besar penduduk terlibat dalam pertanian subsisten. Sebuah 31% diperkirakan
Kamboja hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2007. Ketimpangan telah
berkembang selama dua dekade terakhir. Banyak infrastruktur dasar dan negara
tetap bergantung pada dana dari donor eksternal untuk lebih dari sepertiga dari
pengeluarannya. Dari 1997-2007, pertumbuhan ekonomi berbasis sempit (terutama
dalam pembangunan, garmen dan sektor pariwisata) dengan keterkaitan sederhana
ke seluruh perekonomian dan pola ini telah menghasilkan manfaat terbatas pada 84%
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan.
5) Politik
Perancis
yang menjadikan negara Kamboja sebagai wilayah protektoratnya sejak 1863,
mengangkat Sihanouk sebagai Raja pada tahun 1951 dan memberikan kemerdekaan
kepada Kamboja pada 9 November 1953. Sihanouk kemudian memproklamirkan Kamboja
sebagai negara yang netral dan berusaha tidak terlibat dalam Perang Vietnam.
Periode 1970 – 1993, Kamboja memasuki masa perang saudara yang menghancurkan
infrastruktur fisik dan kapasitas sumber daya manusia. Masa ini juga ditandai
dengan berkuasanya rezim Khmer Merah serta menjadikan Kamboja sebagai perebutan
pengaruh kekuatan negara asing sebagai akibat dari perang dingin. Kemudian pada
27 Juni 2004, Hun Sen dan Ranaridh seakat membentuk pemerintahan koalisi dengan
melakukan power sharing koalisi dengan melakukan power sharing di pemerintahan.
Berdasarkan konstitusi 1993, Kamboja adalah negara kerajaan yang menganut
sistem demokrasi liberal, pluralisme dan ekonomi pasar. Raja Kamboja menjabat
sebagai Kepala Negara, tetapi tidak memerintah. Pemerintahan dipimpin oleh
Perdana Menteri dengan dibantu oleh para menteri yang tergabung dalam Dewan
Menteri ( Council of Minister ). Kepala Negara Norodom Sihamoni naik tahta pada
tanggal 29 oktober 2004.
B. Profil
Negara Thailand
1) Sejarah
Thailand (nama resmi: Muang Thai atau Prathēt Thai),
adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja
di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, Myanmar dan Laut Andaman di
barat. Thailand dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata
"Thai" berarti "kebebasan" dalam bahasa Thailand, namun
juga dapat merujuk kepada suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih
digunakan di kalangan orang Thai terutama kaum minoritas Tionghoa. Asal mula Thailand
secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang berumur pendek,
Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kerajaan ini kemudian
diteruskan Kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada pertengahan abad ke-14 dan
berukuran lebih besar dibandingkan Sukhothai. Kebudayaan Thailand dipengaruhi
dengan kuat oleh Tiongkok dan India. Hubungan dengan beberapa negara besar
Eropa dimulai pada abad ke-16 namun meskipun mengalami tekanan yang kuat,
Thailand tetap bertahan sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak
pernah dijajah oleh negara Eropa, meski pengaruh Barat, termasuk ancaman
kekerasan, mengakibatkan berbagai perubahan pada abad ke-19 dan diberikannya
banyak kelonggaran bagi pedagang-pedagang Britania.
Sebuah
revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan dimulainya monarki
konstitusional. Sebelumnya dikenal dengan nama Siam, negara ini mengganti
namanya menjadi Thailand pada tahun 1939 dan untuk seterusnya, setelah pernah
sekali mengganti kembali ke nama lamanya pasca-Perang Dunia II. Pada
perang tersebut, Thailand bersekutu dengan Jepang; tetapi saat Perang Dunia II
berakhir, Thailand menjadi sekutu Amerika Serikat. Beberapa kudeta terjadi
dalam tahun-tahun setelah berakhirnya perang, namun Thailand mulai bergerak ke
arah demokrasi sejak tahun 1980-an. Kalender Thailand didasarkan pada Tahun
Buddha, yang lebih cepat 543 tahun dibandingkan kalender Barat. Tahun 2000
Masehi sama dengan tahun 2543 dalam kalender Thailand. Pada 26 Desember 2004,
pesisir barat Thailand diterjang tsunami setinggi 10 meter setelah terjadinya
gempa bumi Samudra Hindia 2004, menewaskan 5.000 orang di Thailand, dan
setengahnya merupakan wisatawan. Pada awal 2005 terjadi sebuah tragedi di
Thailand Selatan yang mempunyai populasi dengan mayoritas Muslim. Sekitar 70
orang terbunuh akibat kekerasan yang dilakukan oleh rezim Shinawatra. Banyak
negara yang mengecam keras tragedi ini. Namun dalam pemilihan kepala
pemerintahan, Thaksin Shinawatra kembali memerintah negara ini untuk empat
tahun berikutnya.
2) Geografi
Thailand merupakan tempat terletaknya beberapa
wilayah geografis yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung,
dan titik tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut
terdiri dari Hamparan Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah
tengah negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya
datar, dan mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah
Genting Kra yang melebar ke Semenanjung Melayu. Cuaca setempat adalah tropis
dan bercirikan muson. Ada muson hujan, hangat dan berawan dari sebelah barat
daya antara pertengahan Mei dan September, serta muson yang kering dan sejuk
dari sebelah timur laut dari November hingga pertengahan Maret. Tanah genting
di sebelah selatan selalu panas dan lembab. Thailand berbatasan dengan Laos dan
Myanmar di sebelah utara, dengan Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dengan
Myanmar dan Laut Timur di barat dan dengan Laos dan Kamboja di timur. Koordinat
geografisnya adalah 5°-21° LU dan 97°-106° BT
3) Budaya
Muay Thai, sejenis kick boxing ala Thailand, adalah
olahraga nasional di Thailand dan merupakan seni beladiri setempat.
Popularitasnya memuncak di seluruh dunia pada tahun 1990-an. Ada pula seni
beladiri yang mirip dengan muay Thai di negara-negara lain di Asia Tenggara.
Ucapan penyambutan yang umum di Thailand adalah isyarat bernama wai, yang
gerakannya mirip dengan gerakan sembahyang. Hal-hal yang tabu dilakukan di
antaranya menyentuh kepala seseorang dan menunjuk dengan kaki, karena kepala
dan kaki masing-masing merupakan bagian tubuh yang paling atas dan bawah.
Masakan Thailand mencampurkan empat macam rasa yang dasar: manis, pedas, asam
dan asin.
4) Demografi
Populasi Thailand didominasi etnis Thai dan Lao,
yang berjumlah 3/4 dari seluruh penduduk. Selain itu juga terdapat komunitas
besar etnis Tionghoa yang secara sejarah memegang peranan yang besar dalam
bidang ekonomi. Etnis lainnya termasuk etnis Melayu di selatan, Mon, Khmer dan
berbagai suku orang bukit. Sekitar 95% penduduk Thailand adalah pemeluk agama
Budha aliran Theravada, namun ada minoritas kecil pemeluk agama Islam, Kristen
dan Hindu. Bahasa Thailand merupakan bahasa nasional Thailand, yang ditulis
menggunakan aksaranya sendiri, tetapi ada banyak juga bahasa daerah lainnya.
Bahasa Inggris juga diajarkan secara luas di sekolah.
5) Ekonomi
Setelah menikmati rata-rata pertumbuhan tertinggi di
dunia dari tahun 1985 hingga 1995 rata-rata 9% per tahun tekanan spekulatif
yang meningkat terhadap mata uang Thailand, Baht, pada tahun 1997 menyebabkan
terjadinya krisis yang membuka kelemahan sektor keuangan dan memaksa pemerintah
untuk mengambangkan Baht. Setelah sekian lama dipatok pada nilai 25 Baht untuk
satu dolar AS, Baht mencapai titik terendahnya pada kisaran 56 Baht pada
Januari 1998 dan ekonominya melemah sebesar 10,2% pada tahun yang sama. Krisis
ini kemudian meluas ke krisis finansial Asia. Thailand memasuki babak pemulihan
pada tahun 1999 ekonominya menguat 4,2% dan tumbuh 4,4% pada tahun 2000,
kebanyakan merupakan hasil dari ekspor yang kuat, yang meningkat sekitar 20%
pada tahun 2000. Pertumbuhan sempat diperlambat ekonomi dunia yang melunak pada
tahun 2001, namun kembali menguat pada tahun-tahun berikut berkat pertumbuhan
yang kuat di RRC dan beberapa program stimulan dalam negeri serta Kebijakan Dua
Jalur yang ditempuh pemerintah Thaksin Shinawatra. Pertumbuhan pada tahun 2003
diperkirakan mencapai 6,3%, dan diperkirakan pada 8% dan 10% pada tahun 2004
dan 2005. Sektor pariwisata menyumbang banyak kepada ekonomi Thailand, dan
industri ini memperoleh keuntungan tambahan dari melemahnya Baht dan stabilitas
Thailand. Kedatangan wisatawan pada tahun 2002 (10,9 juta) mencerminkan
kenaikan sebesar 7,3% dari tahun sebelumnya (10,1 juta)
6) Politik
Sang
raja mempunyai sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi namun merupakan
pelindung Buddhisme Thailand dan lambang jati diri dan persatuan bangsa. Raja
yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai pemimpin
dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa kesempatan untuk
menyelesaikan krisis politik. kepala negara adalah Perdana Menteri, yang
dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin
partai mayoritas. Parlemen Thailand yang menggunakan sistem dua kamar dinamakan
Majelis Nasional atau Rathasapha, yang terdiri dari Dewan Perwakilan (Sapha
Phuthaen Ratsadon) yang beranggotakan 480 orang dan Senat (Wuthisapha) yang
beranggotakan 150 orang. Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bakti selama
empat tahun, sementara para senator menjalani masa bakti selama enam tahun.
Badan kehakiman tertinggi adalah Mahkamah Agung (Sandika), yang jaksanya
dilantik oleh raja. Thailand juga adalah anggota aktif dalam ASEAN.
C. Sejarah
Kuil Preah Vihear
Preah
Vihear (Khmer) adalah Hindu candi yang dibangun pada masa pemerintahan Khmer
Empire, yang terletak di atas sebuah tebing di Pegunungan Danggrek, di Preah
provinsi, Kamboja. Pada tahun 1962, setelah sengketa panjang antara Thailand
dan Kamboja atas kepemilikan, Pengadilan Keadilan Internasional (ICJ) di Den Haag
memberikan kuil ke Kamboja. Prasat Preah Vihear memiliki setting yang paling
spektakuler dari semua kuil dibangun selama enam abad-panjang kerajaan Khmer.
Sebagai sebuah bangunan utama dari kehidupan rohani kekaisaran, itu didukung
dan dimodifikasi oleh raja-raja berturut-turut sehingga dikenakan unsur
beberapa gaya arsitektur. Preah Vihear lebih bagus di antara candi-candi yang
dibangun Merah di sepanjang sumbu utara-selatan yang lama. Setelah UNESCO
memutuskan kepemilikan maka Bait ini memberikan nama menjadi provinsi Kamboja
Preah Vihear, di mana sekarang berada, serta Khao Phra Wihan Taman Nasional
yang berbatasan di provinsi Sisaket Thailand dan dimana candi yang paling mudah
diakses. Pada tanggal 7 Juli 2008, Preah Vihear tercatat sebagai UNESCO Situs
Warisan Dunia.
D. Penyebab
Terjadinya Konflik Antara Kamboja-Thailand
Thailand
dan Kamboja. Kedua negara ini awalnya merupakan dua negara Asia Tenggara yang
memiliki hubungan yang baik. Keduanya sangat jarang terlibat pertikaian. Hal
ini mungkin dikarenakan kedua negara tersebut memiliki banyak persamaan dari
beberapa Negara yang ada di ASEAN. Salah satu persamaan tersebut adalah
persamaan agama, yaitu agama Buddha yang merupakan agama mayoritas di kedua
negara tersebut. Persamaan kedua adalah dari sistem pemerintahan mereka, yang
sama-sama mengadopsi system monarki absolut. Namun hubungan yang baik itu
lantas menjadi merenggang selepas konflik Perang Indochina pada 1975, Perang
Indochina tersebut hubungan kedua negara terus-menerus terjadi konflik, berlanjut
dengan persoalan Kuil Preah Vihear dan wilayah yang ada di sekitar Kuil itu.
Memburuknya
hubungan Thailand dan Kamboja diperparah dengan konflik antara kedua negara
yang semakin memanas belakangan ini, Penyebab konflik kedua Negara adalah:
1)
Wilayah Kuil Preah
Vihear
Permasalahannya terletak pada satu
tempat yaitu Kuil Preah Vihear. Sebuah kuil berusia kurang-lebih 900 tahun
tersebut kini sedang ramai-ramainya diperbincangkan. Penyebabnya adalah sala
satu diantara kedua Negara menguasai Kuil maka wilayah seluas 4,6 km2 di
sekitar kuil tersebut kini akan di kuasai oleh Negara yang telah merebut Kuil
tersebut. Tetapi sedang diperebutkan dua negara ASEAN, Thailand dan Kamboja.
Kedua negara itu sama-sama mengklaim wilayah tersebut sebagai wilayahnya, dan kedua
Negara tersebut sama-sama berpendapat penempatan tentara dari negara lainnya di
wilayah tersebut merupakan bukti pelanggaran kedaulatan nasional mereka. Juli
2008 lalu kedua negara yang bertikai tersebut sama-sama menempatkan tentaranya
yang keseluruhannya berjumlah lebih dari 4000 pasukan di kawasan Kuil Preah
Vihear tersebut.
2)
Keputusan UNESCO Tentang Kepemilikan Kuil
Sebenarnya sejak dahulu, wilayah seluas
4,6 km2 ini memang sudah menjadi perdebatan. Akan tetapi, perdebatan semakin
memanas sejak dikeluarkannya keputusan UNESCO yang memasukkan kuil itu ke dalam
daftar warisan sejarah dunia. Keputusan UNESCO ini kemudian mengundang dua
reaksi yang berbeda, reaksi gembira dari rakyat Kamboja, serta reaksi negatif
dari rakyat Thailand. Sebenarnya, masalah kepemilikan kuil tersebut sudah
diatur oleh Mahkamah Internasional tahun 1962, yang menyatakan kuil tersebut
adalah milik rakyat Kamboja, namun Thailand tidak menerimah keputusan UNESCO
karena Thailand mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu, apabilah Kuil itu
di tangan Kamboja maka Thailand akan terancam sebagai Negara tetangga. Akan
tetapi, sebenarnya ada satu masalah lagi yang mendorong Kamboja maupun Thailand
untuk memiliki wilayah sekitar Kuil Preah Vihear tersebut. Alasan tersebut
adalah karena wilayah sekitar Kuil Preah Vihear adalah wilayah yang kaya akan
sumber daya mineral-minyak bumi dan gas alam. Kepemilikan akan wilayah sekitar
Kuil Preah Vihear itu berarti akan menjamin terpenuhinya kebutuhan energi
negara pemiliknya, juga sekaligus akan meningkatkan pemasukan negara tersebut
dari sisi penjualan sumber energi. Hal ini menambah alasan mengapa wilayah
sekitar Kuil Preah Vihear merupakan wilayah yang layak untuk diperebutkan, baik
oleh Thailand dan Kamboja.
3)
Wilayah Di Sekitar Kuil
Dalam konflik kamboja Thailand yang
menjadi masalah di sini adalah wilayah seluas 4,6 km2 di sekitar kuil tersebut
yang tidak dijelaskan kepemilikannya oleh Mahkamah Internasional. Masalah
kepemilikan yang tidak jelas inilah yang menyebabkan terjadinya sengketa yang kemudian
berlanjut dengan konflik bersenjata di wilayah itu. Konflik bersenjata yang
terjadi pada tanggal 15 Oktober yang lalu tersebut dikabarkan telah menewaskan
tiga tentara Kamboja dan membuat empat tentara Thailand luka-luka. Kemarahan
warga Kamboja itu menyebabkan kedutaan Thailand dan beberapa usaha milik warga
Thailand dibakar.
4)
Sama-sama Menggunakan
Peta Yang Berbeda
Perdebatan mengenai wilayah sekitar Kuil
Preah Vihear itu sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Perdebatan ini muncul
karena Kamboja, sebagai negara bekas jajahan Perancis, dan Thailand menggunakan
peta berbeda yang menunjukkan teritori masing-masing negara. Dan karena peta
yang digunakan kedua negara tersebut berbeda (Kamboja menggunakan peta dari
mantan penjajahnya, Perancis sementara Thailand menggunakan petanya sendiri),
tentu saja banyak terjadi salah penafsiran mengenai besar wilayah
masing-masing. Salah satu wilayah yang disalahtafsirkan itu adalah wilayah
seluas 4,6 km2 di sekitar Kuil Preah Vihear tersebut. Dan apabila, misalnya klaim
Kamboja tentang wilayah 4,6 km2 ini lantas dikabulkan Thailand, Thailand
khawatir Kamboja akan semakin merajalela dan mencaplok pula wilayah-wilayah
lain yang juga disalahtafsirkan. Hal yang sama juga berlaku sebaliknya. Karena
itu, tidak heran wilayah yang hanya seluas 4,6 km2 itu begitu diperebutkan,
baik oleh Kamboja maupun Thailand.
5)
Peningkatan Power
Kepemilikan akan sumber energy-terutama
di masa-masa di mana energy dipandang sebagai sesuatu yang langka dan
diperjuangkan oleh setiap negara seperti sekarang merupakan hal yang dapat
menaikkan bargaining position/posisi
tawar suatu negara dalam dunia internasional, yang kemudian akan meningkatkan
power suatu negara. Kepemilikan sumber energi tersebut juga kemudian akan
membawa angin segar bagi perekonomian negara (dalam hal ini bagi Thailand atau
Kamboja, tergantung wilayah itu akan jatuh ke tangan siapa), karena setiap negara
akan berebut untuk membeli energi dari negara pemilik sumber energi tersebut.
Penaikkan bargaining position yang kemudian berdampak pada peningkatan power
yang dimiliki, serta kemajuan dalam bidang ekonomi; ketiga-tiganya merupakan
unsur yang penting untuk mencapai kepentingan nasional setiap negara, dan
ketiga unsur tersebut akan dapat dicapai dengan penguasaan wilayah seluas 4,6
km2 di sekitar Kuil Preah Vihear.
Karena itu, tidak heran wilayah tersebut
begitu diperebutkan Thailand dan Kamboja karena wilayah tersebut sangat krusial
perannya dalam upaya pencapaian kepentingan nasional kedua negara.
E. Peran
ASEAN Dalam Penyelesaian Konflik Kamboja – Thailand
Perhimpunan
Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah baru dengan ditandatanganinya
ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN
di Singapura, Piagam ASEAN tersebut di hadiri oleh 10 pemimpin negara anggota
ASEAN. Adanya Piagam ASEAN secara
organisasi akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada
berbagai kesepakatan yang telah dibuat oleh ASEAN. Secara teoretis, piagam itu
akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra
dialognya. Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan
yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh
beberapa negara anggota ASEAN. Beberapa poin penting
dari piagam yang terhitung berlaku setelah ada ratifikasi dari parlemen semua
negara anggota ASEAN tersebut adalah menjaga serta meningkatkan perdamaian dan
keamanan kawasan, dalam rangka membentuk pasar tunggal berbasis produksi yang
kompetitif dan terintegrasi secara ekonomi, memperkuat demokrasi dan tata
kelola pemerintahan yang baik, menegakkan hukum, serta mengedepankan hak asasi
manusia (HAM).
Langkah-langkah yang
sedang di ambil oleh ASEAN dalam tingkat penyelesaiaan konflik Kamboja-Thailand
adalah sebagai berikut:
1)
Tingkat Penyelesaian
Melalui Negosiasi
Dalam menyelesaikan
sengketa internal kawasan, salah satu peran utama Organisasi Regional adalah
untuk menjadi wadah konsultasi, menyelenggarakan dan menyediakan suatu forum
negosiasi bagi negara-negara anggota baik dalam situasi konflik maupun dalam
kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik. Peran ini secara nyata dapat dilihat
dalam Perang ASEAN konflik kepemilikan wilayah di sekitar kuil itu antara
kamboja dan Thailand. Berbeda dengan sikap ASEAN yang selama ini terkesan
senyap atau sebatas mengeluarkan pernyataan setiap kali terjadi konflik
perbatasan antar negara anggotanya, ASEAN dibawah Kepimpinan Indonesia
memperlihatkan sikap proaktif dalam menyikapi perkembangan situasi keamanan
yang menyangkut anggotanya.
Peran ASEAN membuktikan
bahwa satu hari setelah terjadinya baku tembak antara kamboja dan thailand,
Menlu RI Marty Natalegawa melakukan “shuttle
diplomacy” menemui Menlu Kamboja Hor Nam Hong di Phnom Penh dan Menlu
Thailand Kasit Piromya di Bangkok untuk mendapatkan informasi dari pihak
pertama. Bersama-sama dengan Menlu Thailand dan Kamboja, Menlu Marty pun ke New
York untuk memberikan pertimbangan dan masukan mengenai peran ASEAN dalam
menyelesaikan konflik internal di kawasan. Langkah ini terbukti efektif dengan
stabilnya kembali wilayah konflik di perbatasan Thailand dan Kamboja. Meski
kawasan konflik seluas 4,6 km2 yang diperebutkan masih tegang, namun para
tentara yang bertugas masih bisa menahan diri untuk tidak kembali angkat
senjata.
2)
ASEAN Berperan Sebagai
Mediator
Organisasi Regional juga kadang berperan
sebagai mediator dalam konflik-konflik internal kawasan. Dengan wewenangnya,
Organisasi Regional merancang sebuah prosedur resolusi konflik untuk
menyelesaikan perselisihan antara negara-negara anggota. ASEAN telah bertindak
sebagai mediator dalam konflik Kamboja-Thailand pada tahun 2011 ini, setelah terjadi
konflik antara kamboja dan Thailand, langka ini adalah salah satu langka dari
beberapa langka yang di ambil oleh ASEAN dengan tujuan tingkat penyelesaiaan
konflik kamboja-thailand yang sedang memanas untuk merebut di sekitar wilayah
kuil tersebut.
Secara formal, Thailand dan Kamboja
sebenarnya sudah mau duduk bersama dalam pertemuan yang difasilitasi ASEAN
seperti yang yang dilakukan pada 22 Februari 2011 di Jakarta. Kala itu, menteri
luar negeri kedua negara sepakat untuk menerima tim pemantau dari Indonesia.
Hasil pertemuan ini juga menyepakati pertemuan JBC di Bogor pada April 2011
yang seharusnya juga melibatkan menteri pertahanan kedua negara. Jika Perdana
Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, menyatakan dukungannya atas keputusan ini, maka
sikap yang berbeda ditunjukkan pihak Thailand. Menteri Pertahanan Thailand,
Prawit Wongsuwan, menyatakan tidak akan menghadiri JBC tersebut dan menolak
kehadiran tim pemantau dari Indonesia di wilayah yang disengketakan karena
dianggap sebagai wujud campur tangan pihak luar. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi perbedaan pandangan dalam domestik Thailand sendiri antara kementerian
luar negeri dengan kementerian pertahanan. Jika melihat latar belakang politik
Thailand di mana kekuatan militer sangat berpengaruh, maka masa depan
perundingan yang difasilitasi ASEAN akan semakin suram. Sebagai perbandingan,
Menteri Luar Negeri Thailand pada kabinet ke-57 dijatuhkan oleh Mahkamah
Konstitusi karena mendukung pendaftaran Candi Preah Vihear sebagai situs
warisan dunia oleh Kamboja, padahal sebelumnya Menteri Pertahanan Thailand
memprotes pendaftaran tersebut. Oleh karena itu, peran Perdana Menteri Thailand
dalam melakukan koordinasi internal kabinetnya mutlak diperlukan untuk bisa
merumuskan posisi Thailand sebagai satu kesatuan, sehingga usaha untuk
menegosiasikan kepentingan nasional masing-masing negara menjadi keputusan yang
win-win solution bisa lebih mudah diwujudkan.
Indonesia saat ini sedang serius dalam
tingkat penyelesaiaan konflik kamboja-thailand, dan Indonesia yang juga sebagai
ketua ASEAN pada tahun ini sehingga harus berikan yang terbaik kepada setiap
anggota ASEAN, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengakui bahwa di antara
kedua Negara mempunyai keinginan dalam tingkat penyelesaian yang berbeda-beda,
yakni Kamboja menghendaki penyelesaian masalah lewat mediasi pihak ketiga
sedangkan Thailand menginginkan secara perundingan bilateral antar kedua
negara. Proses perundingan harus terus digulirkan, namun tetapi dibutuhkan
kesabaran dan waktu. Dia mengakui masih banyak pekerjaan rumah khususnya untuk
mempertahankan gencatan senjata. Yang penting selama proses perundingan
bergulir, maka masih ada kemungkinan penyelesaian secara damai, dialog, dan
tidak melalui kekerasan.
3)
ASEAN Melakukan Tingkat
Penyelidikan
Organisasi regional juga dapat melakukan
penyelidikan terhadap konflik yang terjadi antara negara-negara anggotanya.
Nantinya, hasil penyelidikan ini akan digunakan untuk merumuskan resolusi
konflik yang dianggap paling efektif untuk diterapkan. Tepat dua bulan setelah
Pertemuan Informal Menlu ASEAN di Jakarta untuk membahas penyelesaian konflik
di perbatasan Kamboja dan Thailand, bentrokan bersenjata kembali meletus di
perbatasan kedua negara pada Jumat 22 April 2011. Dalam pertempuran yang masih
berlangsung hingga Minggu 24 April 2011 tersebut, diperkirakan 11 orang tewas
dan beberapa lainnya luka-luka. Ketika bentrokan bersenjata kembali mencuat,
seperti biasa, kedua belah pihak segera saling tuding mengenai siapa yang
terlebih dahulu melakukan penyerangan. Menteri Pertahanan Kamboja menuduh bahwa
Thailand melakukan serangan menggunakan peluru 75 dan 100 mm berisi gas beracun
untuk menguasai candi Tamone dan Ta Krabei yang berada di wilayah Kamboja.
Sementara Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, menuduh Kamboja lah yang
melakukan penyerangan guna mencoba menginternasionalisasi konflik kedua negara.
Thailand bersikeras bahwa perundingan
bilateral merupakan langkah yang tepat untuk memulihkan perdamaian dan
keterlibatan pihak luar tidak diperlukan. Berulangnya bentrokan bersenjata ini
tentu saja melecut kesadaran ASEAN bahwa langkah awal untuk mencegah
terulangnya bentrokan bersenjata dan menyelesaikan konflik melalui perundingan
maka harus ada penyelidikan batas-batas wilayah di sekitar kui yang saat ini
yang sedang di perebutkan oleh kamboja-thailand, Komitmen Kamboja dan Thailand,
seperti dinyatakan dalam Pernyataan Menlu ASEAN di Jakarta, untuk menghormati
prinsip-prinsip dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) termasuk
penggunaan cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik, ternyata masih terbatas
pada pernyataan di atas kertas. Keterlibatan tim observer Indonesia
atas nama ASEAN di perbatasan Kamboja dan Thailand pun belum terwujud karena
adanya penolakan dari pihak militer Thailand. Menanggapi sikap militer Thailand
yang menolak kehadiran tim observer Indonesia di daerah konflik, Menlu RI Marty
Natalegawa, saat berkunjung ke Bangkok dalam rangka menghadiri Special
Informal ASEAN Foreign Ministers’ Meeting on East Asia Summit (EAS), 10-11
April 2011, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Thailand yang menginginkan
gencatan senjata namun menolak menerima kehadiran tim observer.
Padahal kehadiran Indonesia sebagai Ketua ASEAN dibutuhkan sebagai mediator dan
penyelidikan masalah yang sebenarnya agar muda di selesaikan.
Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah
piagam bersama Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal
itu adalah menginginkan akanterciptanya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas
Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN, dengan demikian ASEAN di
tuntut untuk berperang penting dalam pernyelesaiaan persoalan-persoalan yang
muncul, baik di antara Negara-negara ASEA bahkan Negara yang telah tergabung
dalam komunitas ASEAN, dengan menegahkan aturan yang sudah di sepakati bersama
oleh pemimpin-pemimpin ASEAN serta meningkatkan
perdamaian dan keamanan kawasan, dengan maksut tidak menghambat
tujuan-tujuan ASEAN yang sudah didesain oleh ASEAN seperti komunitas Ekonomi
ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Pada
tanggal 15 Oktober 2008 yang lalu, dunia dikejutkan dengan terjadinya konflik
senjata antara militer Kamboja dan Thailand di perbatasan pada daerah dekat
Kuil Preah Vihear. Kejadian ini membawa korban dengan tewasnya dua orang
tentara Kamboja dan melukai lima orang tentara Thailand. ASEAN yang selama ini
dianggap sebagai kawasan yang berhasil menjaga perdamaian wilayah melalui Treaty of Amity and Cooperation in Southeast
Asia, ternyata untuk kesekian kalinya diguncang konflik bersenjata antar
negara anggota. Ditengah rencana penuntasan ASEAN Charter di Bangkok pada bulan
Desember nanti, kasus ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi ASEAN untuk
lebih berhati-hati menyelesaikan konflik sengketa perbatasan antar negara.
Sengketa perbatasan antara Kamboja dan
Thailand di wilayah kuil Preah Vihear sebenarnya telah berlangsung sejak lama.
Kejadian penembakan diatas merupakan akumulasi dari peristiwa beberapa bulan
sebelumnya. Pada tanggal 7 July 2008, Kuil Preah Vihear yang disebutkan
terletak di wilayah Kamboja secara resmi masuk kedalam daftar warisan dunia (Word Heritage List) yang dikeluarkan
oleh UNESCO. Langkah ini nampaknya tidak dapat diterima oleh pemerintah
Thailand yang menganggap masih ada ketidaksepahaman mengenai letak Kuil Preah
Vihear sehingga terjadi konflik antara Thailand dan Kamboja. Maka ASEAN harus
berjuang keras dalam tingkat penyelesaian konflik Kamboja-Thailand yang saat
ini merupakan tantangan bagi ASEAN untuk mewujutkan AFTA pada tahun 2015.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik
antara Kamboja dan Thailand adalah perebutan wilayah seluas 4,6 km2 di sekitar
Kuil Preah Vihear tersebut. Sebenarnya sejak dahulu, wilayah seluas 4,6 km2 ini
memang sudah menjadi perdebatan. Akan tetapi, perdebatan semakin memanas sejak
dikeluarkannya keputusan UNESCO yang memasukkan kuil itu ke dalam daftar
warisan sejarah dunia, dan Makama internasional mmengatakan bahwa kuil itu
adalah milik kamboja, tetapi yang saat ini yang di rebut hingga terjadi konflik
adalah wilayah di sekitar kuil. Menyusul baku tembak yang terjadi antara
tentara Thailand dan Kamboja di perbatasan kedua negara pada tanggal 4-6
Februari 2011 lalu, yang menewaskan sedikitnya 8 orang dan mencederai beberapa
orang lainnya, pada tanggal 22 Februari 2011 di Jakarta digelar Informal ASEAN Foreign Minister’s Meeting (pertemuan
informal para Menlu ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian
konflik Thailand dan Kamboja.
Seperti
dilaporkan Aris Heru Utomo, pegawai departemen luar negeri di Kompasiana,
pertemuan informal para Menlu ASEAN yang diprakarsai Indonesia selaku Ketua
ASEAN, merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB). Sidang itu sebelumnya meminta Thailand dan Kamboja
bekerjasama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan
perbatasan melalui jalan damai. Di tengah upaya negara-negara ASEAN
mengimplementasikan kesepakatan yang tercantum dalam Piagam ASEAN dan proses
pembentukan Komunitas ASEAN 2015, pertemuan informal para Menlu ASEAN kali ini
memiliki arti yang sangat penting sebagai langkah awal untuk memperlihatkan
kredibilitas ASEAN dalam menangani masalah internal kawasannya. Sebagai suatu
organisasi kerjasama regional, ASEAN yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967
oleh lima negara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand,
terus tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi yang semakin solid. Dari
suatu organisasi yang longgar, ASEAN tumbuh dan berkembang menjadi organisasi
yang berdasarkan hukum seperti tercermnin dari diratifikasinya Piagam ASEAN
pada akhir tahun 2008. Selain Piagam ASEAN, negara-negara ASEAN juga memiliki
Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) yang
ditandatangani di Bali tahun 1976. Melalui Perjanjian Persahabatan dan
Kerjasama negara anggota ASEAN menyepakati code of conduct atau aturan perilaku
dalam pelaksanaan hubungan kerjasama antar negara anggota ASEAN yang
meninggalkan kekerasan dan mengedepankan cara-cara damai dalam penyelesaian
konflik di antara negera-negara anggota ASEAN.
Ada
Piagam ASEAN dan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama belum pernah di pertegas
oleh Negara-negara anggota Asia Tenggara sekalipun digunakan untuk
menyelesaikan konflik antar negara-negara ASEAN. Bukan karena tidak ada konflik
di negara-negara ASEAN, melainkan karena masih rendahnya rasa saling percaya di
antara negara anggota. Negara-negara ASEAN yang bekonflik lebih memilih
penyelesaian secara bilateral atau menyerahkan penyelesaian persoalan kepada
lembaga internasional seperti:
1)
Mahkamah Internasional
yang berkedudukan di Den Haag. Pada tahun 1996, ketika Indonesia dan Malaysia
bersengketa mengenai masalah perbatasan di Sipadan dan Ligitan, keduanya
membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional.
2)
Sementara itu Filipina
yang ditahun 1990-an tengah berupaya menyelesaikan konflik di Mindanao Selatan,
pihak yang diundang untuk menyelesaikan adalah Organisasi Konperensi Islam
(OKI).
Langkah
Indonesia, Malaysia dan Filipina yang melibatkan lembaga internasional dalam
penyelesaian konflik pada akhirnya diikuti pula oleh Kamboja. Bahkan Kamboja
tidak perlu waktu lama unuk segera meminta bantuan DK PBB di New York. Langkah
cepat Kamboja melaporkan permasalahan perbatasannya ke DK PBB tentu saja
memunculkan kekhawatiran bahwa penyelesaian konflik perbatasan Thailand dan
Kamboja akan diselesaikan atas bantuan pihak eksternal di luar ASEAN. Kalau
sampai DK PBB mengabulkan permintaan Kamboja agar PBB membantu penyelesaian
konflik perbatasannya dengan Thailand, maka muka ASEAN akan tercoreng dan
keberadaan ASEAN kembali dipertanyakan. Bagaimana mungkin ASEAN bisa berperan
di forum global seperti yang tercermin dalam tema ASEAN 2011 “ASEAN Community in a Global Community of
Nations”, jika mengelola konflik internal saja tidak berhasil untuk apa di
bentuk Komunitas Asean dengan mempunyai tujuan dan prinsip-prinsip oleh anggota
Negara-negara ASEAN.
B. Saran
ASEAN merupaka kawasan yang terletak di Asia tenggara, mempunyai sumberdaya
alam yang cukup melimpa dengan demikian Beberapa poin penting dari piagam yang
terhitung berlaku setelah ada ratifikasi dari parlemen semua negara anggota
ASEAN di Istana Bogor Indonesia tersebut adalah menjaga serta meningkatkan
perdamaian dan keamanan kawasan, dalam rangka membentuk pasar tunggal berbasis
produksi yang kompetitif dan terintegrasi secara ekonomi, memperkuat demokrasi
dan tata kelola pemerintahan yang baik, menegakkan hukum, serta mengedepankan
hak asasi manusia (HAM). Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama Ada tiga
rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal itu adalah menginginkan
akan terciptanya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan
Komunitas Sosial Budaya ASEAN, dengan demikian ASEAN di tuntut untuk berperang
penting dalam pernyelesaiaan persoalan-persoalan yang muncul, baik didalam
Negara-negara anggota ASEAN bahkan ancaman dari luar.
Tujuan terbentuknya ASEAN tercantum
dalam deklarasi Bangkok yaitu untuk meningkatkan perdamaiaan dan stabilitas
dengan jalan menghormati keadilan dan ketertiban hukum antar Negara di kawasan,
dan juga untuk mempererat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta memajukan
kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama. Peran Negara-negara ASEAN
sangat penting untuk bersatu dalam penyelesaian Konflik antara kamboja dan
Thailand, dan saran penulis kepada petinggi Negara-negara anggota ASEAN bahwa:
1)
ASEAN pentingnya belajar dari pola penyelesaian yang
diterapkan oleh organisasi regional yang telah sukses dalam penyelesaian
kasus-kasus konflik, pola yang sama bisa diterapkan kembali untuk kasus
Thailand dan Kamboja, apalagi sejauh ini kedua negara tersebut sudah menyatakan
komitmennya untuk menyelesaikan konflik perbatasan melalui mediasi ASEAN.
2)
Pertemuan informal Menlu ASEAN di Jakarta kali ini bisa
digunakan untuk menentukan modalitas perundingan dan menentukan apakah
pembahasan perlu dibawa ke pertemuan High
Council seperti yang disebutkan dalam Piagam ASEAN. Jika selama ini ASEAN
belum pernah mengimplementasikan pertemuan High Council, sekaranglah saat yang
tepat. Jika dipandang perlu, ASEAN dapat membuat “Peace Keeping Operation” yang berasal dari pasukan militer maupun
sipil negara-negara ASEAN sendiri dan menerjunkannya di daerah konflik.
Kini bukan lagi saatnya bagi ASEAN
untuk meletakkan setiap konflik yang terjadi dibawah karpet dan setiap egara
anggota ASEAN dibiarkan mencari jalannya sendiri dalam menyelesaikan konflik
perbatasan antara Kamboja-Thailand. Sekarang saatnya ASEAN bersikap proaktif
dan menunjukkan kredibilitasnya sebagai organisasi kerjasama regional yang
memang dibutuhkan egara-negara anggotanya menuju terbentuknya Komunitas ASEAN
2015.
DAFTAR PUSTAKA
Amsrudin. 2009. Refleksi Teori
Hubungan Internasional (Dari Tradisional ke Kontemporer), Penerbit Graha
Ilmu,Yokyakarta..
Pronoto Iskandar. 2006.Hukum
Internasional Kontemporer. PT Refika Aditama,Jakarta.
Yusuf, S.H Sufri.1989.Hubungan
Internsional dan Politik Luar Negeri.Pustaka Sinar Harapan,Jakarta.
Referensi Website/Internet
WOIII KULIT SUNATTTT,KGK KREATIF BGT LU PLAGIATIN PUNYA ORANG. UDH KEK ANAK BABI KGK ADA USAHANYA,BABI JUGA IDUP ASAL IDUP DI HUTAN. YA SAMA KAYAK LO HAHAHA SAMPIS
BalasHapus