BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak lahir di dunia, manusia telah
bergaul dengan manusia-manusia lain di dunia di dalam suatu wadah yang bernama
masyarakat. Mula-mula dia berhubungan dengan orang tuanya, dan semakin
meningkat umurnya, semakin luas pula daya cukup pergaulannya dengan manusia
lain di dalam masyarakat tersebut. Lama kelamaan dia mulai menyadari bahwa
kebudayaan dan peradaban yang dialami dan dihadapinya, merupakan hasil pengalaman
masa-masa yang silam. Secara sepintas lalu dia pun mengetahui bahwa dalam
pelbagai hal dia mempunyai sifat-sifat yang khas berlaku bagi dirinya sendiri.
Sementara semakin meningkat usianya manusia mulai mengetahui bahwa dalam
hubungannya dengan warga-warga lain dari masyarakat dia bebas, namun dia tidak
boleh berbuat semau-maunya. Dari ayah, ibu dan saudara-saudaranya dia belajar
tentang tindakan-tindakan apa yang boleh dilakukan dan tindakan -tindakan apa
yang terlarang baginya. Hal ini semuanya, lama-kelamaan menimbulkan kesadaran
dalam diri manusia bahwa kehidupan di dalam masyarakat sebetulnya berpedoman
pada suatu aturan yang oleh bagian terbesar masyarakat tersebut dipatuhi dan
ditaati oleh karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antar manusia
serta antara manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh
serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan peri kelakuannya lama-kelamaan
melembaga menjadi pola-pola. Dengan demikian seorang awam, secara tidak sadar
dan dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui apa yang sebenarnya menjadi
obyek atau ruang lingkup dari sosiologi dan ilmu hukum, yang merupakan
induk-induk sosiologi hukum.
Hukum secara sosiologis adalah
penting, dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia. Hukum sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, hidup berdampingan
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan saling pengaruh mempengaruhi
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi.
Hukum di dalam masyarakat ada yang
terhimpun di dalam suatu system yang disusun secara sengaja, yang sesuai dengan
pembidangannya. Misalnya di Indonesia, hukum yang mengatur perdagangan,
terhimpun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. System hukum tersebut
biasanya mencakup hukum substantive dan hukum ajektifnya yang mengatur hubungan
antar manusia, antar kelompok manusia dan hubungan antara manusia dengan
kelompoknya, analisa dan pengertian tentang system hukum dan efektivitasnya
itulah yang menjadi pusat perhatian pada hukum. Hal itu bukanlah semata-mata
berarti bahwa seorang sosiolog hanya menganalisa hasil-hasil yang telah dicapai
oleh para ahli hukum dalam mengalisa kaidah-kaidah hukum. Untuk mengetahui
hukum yang berlaku, sebaiknya seorang sosiolog harus mengalisa gejala-gejala
hukum di dalam masyarakat secara langsung, dia harus langsung meneliti
proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat
(misalnya tentang keadilan), efektivitas dari hukum sebagai sarana pengendalian
social, serta hubungan antara hukum dengan perubahan-perubahan social, dan
lain-lain.
Jadi, sosiologi hukum berkembang
atas dasar suatu anggapan dasar, bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu
jaringan atau system social yamg dinamakan masyarakat. Artinya adalah bahwa
hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami system social terlebih
dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses. Seorang ahli sosiologi menaruh
perhatian yang besar kepada hukum yang bertujuan untuk mengkoordinasikan
aktivitas-aktivitas warga-warga masyarakat serta memelihara integrasinya. Akan
tetapi dia tak dapat berhenti sampai disini, oleh karena hukum tak mungkin
berfungsi atas dasar kekuatan sendiri. Warga-warga masyarakat menggunakan,
menerapkan dan menafsirkan hukum, dan dengan memahami proses tersebut, barulah
akan dapat dimengerti bagaimana hukum berfungsi dan bagaimana suatu organisasi
social member bentuk atau bahkan menghalang-halangi proses hukum. Misalnya,
bagi seorang ahli sosiologi hukum, tidaklah cukup untuk hanya mengetahui
struktur dan organisasi peradilan dalam system hukum di Indonesia, tetapi dia
juga harus mengetahui asal-usul hakim-hakimnya, bagaimana cara mereka mencapai
kata sepakat dalam menjatuhkan vonis, bagaimana perasaan keadilan para hakim,
sampai sejauh mana efek keputusan pengadilan terhadap masyarakat dan
seterusnya.
Perubahan-perubahan pada
masyarakat-masyarakat di dunia dewasa ini, merupakan gejala yang normal, yang
pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian lain dari dunia, antara lain
berkat adanya komunikasi modern. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi,
terjadinya suatu revolusi, modernisasi pendidikan dan seterusnya yang terjadi
di suatu tempat, dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat-masyarakat lain
yang letaknya jauh dari tempat tersebut. Namun demikian, perubahan-perubahan
tersebut hanya akan dapat diketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti
susunan dari kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya
dengan susunan kehidupan masyarakat dalam waktu yang lampau. Seseorang yang
tidak sempat untuk menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia
misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat tersebut tidak maju dan tidak
berubah. Pernyataan sedemikian itu biasanya didasarkan atas suatu pandangan
sepintas lalu yang kurang mendalam dan kurang teliti, oleh karena tidak ada
suatu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu di dalam
perkembangannya sepanjang masa.
Perubahan-perubahan
di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai social, kaidah-kaidah social,
pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan kewenangan, interaksi social
dan lain sebagainya. Oleh karena luasnya bidang dimana mungkin terjadi
perubahan-perubahan tersebut, maka bilamana seseorang hendak membuat uraian
tentang perubahan-perubahan dalam masyarakat, perlulah terlebih dahulu
ditentukan secara tegas, perubahan mengenai hal apa yang dimaksudkan olehnya,
sebagai titik tolak kerangka berfikir.
Dengan diakuinya dinamika sebagai
inti masyarakat, maka banyak sarjana sosiologi yang mencurahkan perhatiannya
pada masalah perubahan-perubahan social di dalam masyarakat.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan deskripsi diatas maka
penulis perlu memberikan rumusan masalah sebagai objek pembahasan dan batasan
yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apakah
perbedaan sosiologi hukum dengan jurisprudentie menurut Dragan Milovanovic?
2. Bagaimanakah
dua model hukum menurut Donald Black?
3. Bagaimanakah
dua model hukum menurut Roger Cotterell?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perbedaan antara
Sosiologi Hukum dengan Jurisprudentie menurut Dragan Milovanovic
Pakar hukum sosiologis
Amerika yaitu Dragan Milovanovic,
menjelaskan tentang model hukum yang disebutnya dengan model jurisprudence dan
model sosiologi. Perbedaan mengenai kedua model tersebut dijelaskan berikut
ini.
Jurisprudence model
menjelaskan tentang :
1.
System aturan-aturan
tertulis yang ada, ditetapkan dalam bentuk terkodifikasi oleh Negara (statutory
and case law);
2.
Sistematisasi mereka
yang sedang berlangsung menjadi suatu badan hukum yang relevan oleh beberapa
prinsip justifikasi yang koordinatif;
3.
Aplikasi wacana hukum
doktrin yang disusun oleh suatu struktur morphologi yang lebih relevan (arti
kata) dan struktur sintaksis (kontruksi linear naratif dan teks) untuk
melakukan pertimbangan hukum yang benar;
4.
Aplikasi formal, logika
untuk proposisi dan doktrin yang abstrak dan umum dengan penggunaan wacana
hukum doktrin terhadap situasi-situasi “factual” oleh staff khusus yang
menyediakan peluang penyelesaian tingkat tinggi terhadap masalah-masalah yang
kontroversi; dan
5.
Bagaimana semua konflik
dapat dimasukkan (self referencing) terhadap beberapa postulat absolute yang
memberikan badan dari premis dan criteria inti bagi penyelesaian yang benar
perbedaan-perbedaan dalam system formal yang self-regulating (homeostatis).
Adapun sociology model, sebaliknya
adalah tentang :
1.
Evolusi, stabilisasi,
fungsi dan pembenaran bentuk-bentuk control social;
2.
Bentuk-bentuk pemikiran
dan pemahaman hukum jika dihubungkan dengan aturan/tatanan ekonomi politik
tertentu;
3.
Prinsip-prinsip
legitimasi dan pengaruh-pengaruh yang berevolusi dengan pengaruh dan prinsip;
4.
“Penyebab” perkembangan
bentuk control social dari staff dan spesialis yang merupakan promotornya;
5.
Transmisi metode
pemahaman hukum yang “benar”;
6.
Penciptaan subyek
yuridis dengan hak-hak formal, abstrak dan universal.
B.
Dua Model Hukum menurut
Donald Black
Donald Black,
menjelaskan ada dua model hukum, meskipun ini bukan berarti seolah-olah hukum
dipilah sedemikian rupa, sehingga akan terlihat menjadi reduksionis. Black
berharap bahwa pembagian ini mempertajam wilayah analisis terhadap keragaman
teori yang seringkali menjadi jelas ada pada posisi mana apabila seseorang
menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Pandangan Black paling dapat
membantu telaah lebih jauh mengenai persoalan yang tengah kita bahas.
Ada dua model, yang oleh
Black disebut dengan Jurisprudentie model dan Sociological model,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dalam Jurisprudentie
model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan (aturan/rules).
Rules sebagai produk ini menyebut, baik dalam bentuknya sebagai sistem
aturan yang terkodifikasi atau tidak yang (statutory/case).
Menurut model ini proses hukum berlangsung ditata dan diatur oleh sesuatu yang
disebut sebagai logic (logika sistem/hukum). Hukum dilihat
sebagai sesuatu yang bersifat mekanis dan mengatur dirinya sendiri melalui
rules dan logika tadi. Oleh karena itu penyelesaian masalahpun lebih
mengandalkan kemampuan logika tadi.
Hukum dianggap sebagai sistem yang abstrak yang hadir
dalam bentuk-bentuk keharusan-keharusan (das sollen). Pada posisi ini
manusia akan bertindak sebagai partisipan (aktor yang berperan menjalankan
sistem tersebut), yaitu mereka yang bermain dan memainkan sistem berdasarkan logic
tadi. Tujuan lebih kepada kepentingan praktik dan untuk membuat keputusan.
Sedangkan dalam sociological model, fokus
kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini tentu saja lebih kompleks
dari sekedar hukum sebagai produk. Karena struktur sosial selalu memperlihatkan
perubahan yang dramatis dan sulit diduga. Dengan menitikberatkan pada kajian
yang lebih luas tadi maka prosesnyapun yang lebih diperhatikan adalah perilaku.
Inilah mengapa kajian dalam model ini sangat luas dan dramatis.
Dalam model sosiologi ini yang dipentingkan adalah keragaman
dan keunikan dan menempatkan seseorang sebagai peneliti (observer) dan
bukan partisipan. Posisi ini lebih memudahkan melihat proses secara utuh,
dengan tujuan akhir bermaksud untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada
dalam realitas yang sebenarnya.
C.
Dua Model Hukum menurut Roger
Cotterell
Menurut
Roger Cotterell, disiplin hukum merupakan suatu disiplin yang sifatnya satu
kesatuan dengan sistem sosial. Disiplin hukum dapat muncul dari pengalaman
selain juga dari ide-ide ahli hukum. Disiplin hukum itu meliputi dua
aspek utama yaitu filsafat hukum disatu sisi (yang berkaitan dengan
masalah-masalah hukum secara langsung) dan sosiologi hukum disisi lain (yang
berkaitan dengan basis sosial empiris hukum).
Filsafat
hukum lebih memfokuskan pada klarifikasi atau menganalisis ide-ide atau
melibatkan struktur penalaran yang dikembangkan melalui doktrin hukum atau
dalam lingkungan pemikiran hukum dan keyakinan hukum yang dibenarkan.
Filsafat hukum memberikan kontribusi yang besar pada teori hukum. Teori hukum
yang diambil, mengacu pada analisis teoritis sistematis sifat hukum, hukum atau
lembaga-lembaga hukum pada umumnya. sebagai bagian dari filsafat hukum yang
berkaitan dengan kebenaran moral. Selain itu, filsafat hukum digunakan untuk
memperkuat argumentasi hukum bagi para ahli hukum di ranah praktek hukumnya
serta membantu untuk memperkuat gagasan pengetahuan profesional khusus dan
keahlian dalam bidang hukum.
Teori
hukum berusaha secara khusus untuk mengembangkan pemahaman teoritical sifat
hukum sebagai fenomena sosial. Terkait kontribusi teori hukum dalam lapisan
disiplin ilmu hukum, menurut Roger Cotterell diklasifikasikan menjadi dua yaitu
teori hukum normatif yang memberi kontribusi pada konsep hukum modern/hukum
rasional terhadap sifat, konsep nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum dalam
aturan hukum juga untuk doktrin hukum dan teori hukum empiris yang mengkaji
secara analitis empiris sistematis lembaga-lembaga hukum dalam lingkungan
sosialnya dan konteks sejarahnya.
Sedangkan
doktrin hukum berfungsi untuk memenuhi kebutuhan saat konsep yang digunakan
praktek hukumnya. Kemampuan menafsirkan hukum oleh para ahli hukum sangat
dipengaruhi oleh rasionalitas hukum modern. Dalam menyelesaikan persoalan
sistem hukum modern, doktrin mengalami perubahan yang cepat dan mengembangkan
penyempurnaan yang lebih teknis dimulai dari regulasi, sistem dan
ketertiban – kejelasan konseptual – berlaku hanya sampai input berikutnya
doktrin baru dari undang-undang, keputusan peradilan, atau administratif
pembuatan aturan.
Selain
itu, Teori adalah bagian paling penting dari dogmatik hukum, teori itu, pada
kenyataannya mendukung pembentukan aturan hukum (dogmatik hukum) dengan tidak
merasionalisasi, membenarkan, menjelaskan atau memperbaiki struktur konseptual
hukum, tetapi untuk mengekspos atau menjelaskannya.
Antara
hukum dan ilmu lainya adalah satu kesatuan sistem baik dalam dokotomi
internal-eksternal hukum. Teori normatif hukum dengan bagian-bagiannya seperti
satu kesatuan, sistem dan dikotomi internal-eksternalnya dapat dihubungkan
tidak hanya dengan masalah-masalah praktis dalam menafsirkan hukum dalam suatu
organisasi profesional hukum. Dengan sifatnya, teori hukum normatif
cenderung untuk mengecualikan pertimbangan sistematis dari konteks sosial
hukum. Tidak seperti teori hukum empiris yang perhatian utama dari studi
sosiologi hukum, teori hukum normatif, seperti yang telah didefinisikan
sebelumnya, berupaya menjelaskan sifat hukum secara eksklusif melalui
analisis filosofis dan klarifikasi, konsep nilai-nilai , prinsip-prinsip,
aturan dan cara penalaran terkandung dalam doktrin hukum. Sebaliknua,
Teori hukum empiris sangat bergantung pada analisis empiris sistematis
lembaga-lembaga hukum di lingkungan sosial mereka dan konteks sejarah.
Kesimpulannya,
hukum banyak perspektifnya, tidak hanya dalam hal kesatuan dan sistem dan
internal-eksternal dikotomi, tetapi juga dalam hal asal-usul sosial hukum dan
efeknya; bukan hanya filosofis, tetapi juga sosialogisnya, bukan hanya
sebagai konsep, tetapi juga sebagai perilaku.
Teori
hukum, sebagai upaya untuk memahami hukum sebagai fenomena sosial, harus
memberikan persfektif batasan parsial yang jelas, para praktisi hukum
dihadapkan dengan perspektif teoritis yang lebih luas dari hukum yang dapat
menggabungkan dan melampaui sudut pandang yang lebih luas dalam rangka untuk
memperluas pemahaman tentang sifat hukum. Teori normatif hukum umumnya
mengemukakan dikotomi yang tajam antara apa yang ada di dalam hukum dan apa
yang berada di luar hukum. Selain dari persfektif teori hukum empiris yang
melihat hukum sebagai salah satu bagian dari fenomena sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar