BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pemekaran Provinsi Sumatera Utara
masih menjadi topik yang tak kunjung selesai dibahas para wakil rakyat di DPRD
Sumut. Tak terkecuali pembahasan untuk pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap)
yang sempat membuat Pimpinan DPRD Sumut bingung dan kesulitan dalam menentukan
sikap.
Usulan
pembentukan Protap dan kajian yang dilakukan pansus masih didasarkan pada PP
Nomor 129 Tahun 2000 yang kemudian direvisi menjadi PP Nomor 78 Tahun 2007.
Salah satu persyaratan mendasar yang harus dipenuhi dalam pembentukan daerah
baru berdasarkan revisi PP itu yakni usulan harus berasal dari badan
permusyawaratan desa.
Tak
ingin menunda lebih lama lagi, DPRD Sumut menggelar rapat paripurna dengan
agenda membahas rencana pembentukan Protap. Selain itu, dibahas juga Provinsi
Sumatera Tenggara (Sutra). “Kita mengusulkan kepada pimpinan Dewan agar
paripurna diagendakan 25 April ini,” ujar anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI
Perjuangan, Alamsyah Hamdani.
Masalah
datang ketika Gubernur Sumut Syamsul Arifin mengeluarkan Surat
Keputusan (SK) No.130/3422.K/2008 tanggal 26 September 2008 yang merupakan
rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap). Pihak Departemen Dalam
Negeri (Depdagri) melakukan evaluasi terhadap Surat Keputusan tersebut, karena
dinilai bermasalah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
deskripsi diatas maka penulis perlu memberikan rumusan masalah sebagai objek
pembahasan dan batasan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut
:
1. Mengapa Surat Keputusan (SK)
Gubernur Sumut Syamsul Arifin No.130/3422.K/2008 tanggal 26 September 2008 yang
merupakan rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) dinilai bermasalah?
C.
Maksud dan Tujuan
1.
Untuk mengetahui Surat
Keputusan (SK) Gubernur Sumut Syamsul Arifin No.130/3422.K/2008 tanggal 26
September 2008 yang merupakan rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli
(Protap) yang dinilai bermasalah
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Surat Keputusan (SK)
Gubernur Sumut Syamsul Arifin No.130/3422.K/2008 tanggal 26 September 2008 yang
merupakan rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) dinilai
bermasalah.
Juru Bicara Depdagri Saut Situmorang
menjelaskan, langkah evalusi terhadap SK Gubernur Sumut itu merupakan hal yang
biasa dan sudah sering dilakukan Depdagri terhadap sejumlah keputusan kepala
daerah. Bila dari hasil evaluasi ditemukan ada kesalahan terkait kelengkapan
dan dasar pertimbangan keluarnya SK itu, maka Depdagri akan minta agar SK tersebut
dievaluasi.
"Bila ditemukan kesalahan, maka akan diminta untuk diperbaiki atau dievaluasi. Bila tidak dilakukan perbaikan, pemerintah pusat akan minta agar dibatalkan. Itu mekanisme yang sudah biasa berlaku sebagai bagian dari pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat terhadap kebijakan daerah," urai Saut kepada JPNN di kantornya, Kamis (19/2).
"Bila ditemukan kesalahan, maka akan diminta untuk diperbaiki atau dievaluasi. Bila tidak dilakukan perbaikan, pemerintah pusat akan minta agar dibatalkan. Itu mekanisme yang sudah biasa berlaku sebagai bagian dari pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat terhadap kebijakan daerah," urai Saut kepada JPNN di kantornya, Kamis (19/2).
Dijabarkan Saut, dalam UU No.32
Tahun 2004 diatur mengenai evaluasi yang bersifat preventif, yakni kebijakan
daerah baru bisa disahkan setelah dievaluasi oleh pemerintah pusat. Ada 4 jenis
kebijakan daerah yang harus dievaluasi dulu oleh pemerintah pusat sebelum
disahkan, yakni raperda APBD, raperda tentang pajak daerah, raperda tentang
retribusi daerah, dan raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah.
"Sedangkan Surat Keputusan Gubernur itu termasuk dalam kategori kebijakan
yang dievaluasi setelah disahkan," ujar Saut. Parameter yang digunakan
dalam evaluasi, kata Saut, adalah konsistensi kebijakan tersebut dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan kesesuain substansi materi
dengan kepentingan masyarakat luas.
Saat ditanya apakah dengan demikian
tim pencari fakta DPRD Sumut tidak punya kewenangan menilai SK Gubernur
tersebut, Saut tidak menjawab tegas. "Salah atau benar, itu ada lembaga
tersendiri yang menilai. Jangan semua menempatkan diri sebagai lembaga
peradilan. Tapi sebagai sebuah masukan, patut dihargai," ujar Saut. Tim
pencari fakta DPRD pada Rabu (18/2) lalu sudah menemui Dirjen Otda Sodjuangon
Situmorang terkait SK Gubernur Sumut itu.
Pada kesempatan yang sama Saut juga
menyampaikan pernyataan resmi Depdagri yang menyesalkan terjadinya aksi anarkis
3 Februari lalu yang berujung tewasnya Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat. Dia
berharap semua pihak untuk secara berpikir tenang dan jernih menyikapi kasus
ini. "Saya berharap semua pihak untuk meletakkan penanganan persoalan ini
kepada institusi yang memang menurut aturan perundang-undangan berwenang
menyelesaikan persoalan ini, dengan tetap menjunjung azas praduga tidak bersalah,"
urai pria kelahiran Balige, Sumut, itu.
Selain itu, SK yang dikeluarkan oleh
Gubernur Sumut tersebut ternyata tidak ditanda tangani oleh Wakil Gubernur
Sumut Gatot Pujo Nugroho. Gatot berfikir bahwa masalah tentang pembentukkan
Provinsi Tapanuli belum clear, sehingga ia tidak bersedia membubuhi paraf SK
tersebut. Alasan lain yang dikemukakan oleh Gatot bahwa pada
masa Gubsu Rizal Nurdin sudah dibentuk tim yang bertugas untuk mempelajari
masalah pembentukan Protap, dan hasilnya Protap belum layak ditetapkan sebagai
provinsi.
Kemudian ketika Rudolf Pardede
menjadi Gubsu, juga dibentuk tim dan hasilnya Protap layak dibentuk. Lalu,
ketika DPRD Sumut dijabat Abdul Wahab Dalimunthe ada demo besar-besaran yang
mendesak agar Protap disetujui, yang kemudian ditandatangani Abdul Wahab.
Selanjutnya, beberapa hari kemudian, berlangsung demo penolakan Protap dan ini
pun ditandatangani Abdul Wahab Dalimunthe. Oleh karena itu, Gatot menilai masih
ada yang belum terselesaikan dalam masalah pembentukkan Provinsi Tapanuli.
Selain itu, Sejumlah
anggota dewan menilai keluarnya Surat Keputusan Persetujuan Pembentukan
Provinsi Tapanuli (Protap) Gubsu yang dinilai melanggar mekanisme merupakan
bukti keteledoran Pemprovsu. Karena
itu Gubsu harus mengevaluasi kinerja sejumlah stafnya yang terkait dengan
keluarnya SK tersebut. Anggota Komisi A bidang pemerintahan DPRDSU, Ahmad
Ikhyar Hasibuan menyayangkan sejumlah staf yang sebenarnya sudah berpengalaman
di pemerintahan namun tidak memberikan masukan kepada Gubsu bahwa surat
tersebut tidak sesuai mekanisme. Padahal, sejumlah staf
seperti Sekdaprovsu, RE Nainggolan sudah punya banyak pengalaman dalam
pemerintahan. Bahkan pernah menjabat sebagai Bupati Taput. Kemudian Asisten I
Pemerintahan, Hasiolan Silaen yang juga pernah menjadi Sekda Provinsi di Timor
Timur. Apalagi, Gubsu sebelumnya mengatakan bahwa ada enam tandatangan lain
dalam SK persetujuan pembentukan Protap tersebut sebelum ditandatanganinya.
Oleh karena itu, untuk menciptakan clean government dan good governance Pemprovsu,
Gubsu harus menindak stafnya yang menyebabkan terjadinya kesalahan prosedural
tersebut.
Prosedural pemekaran itu merupakan kewenangan
bersama Gubsu dengan Dewan. Berbeda dengan pergantian SKPD (satuan kerja
perangkat daerah) yang memang hak prerogatif Gubsu. “Semuanya harus dikaji
mendalam karena merupakan kewenangan bersama dengan Dewan. Makanya jadi
pertanyaan, apakah Gubsu terlalu over confident (terlalu percaya diri)?” kata
politisi senior Partai Demokrat itu. Prosedural resminya, kata Ahmad Ikhyar,
sebelum mengeluarkan SK pesetujuan pemekaran wilayah, Gubsu harus
mengikutsertakan Muspida plus untuk membahasnya. Atau melakukan koordinasi antar
instansi. Karena, proses substansi surat tersebut sangat banyak. Terutama
masalah cakupan luas wilayah dan anggaran. Apalagi pro-kontra persoalan
pemekaran daerah sangat tajam.
BAB
III
KESIMPULAN
Gubernur Sumut Syamsul Arifin
mengeluarkan SK mengenai pembentukan prrovinsi tapanuli (protap) , SK yang
dikeluarkan oleh gubernur tersebut tidak ditandatangani oleh Wakil Gubernur
Gatot Pujo Nugroho karena dinilai tidak sah , menurut wagub protap belum layak
ditetapkan sebagai sebuah provinsi serta adanya penolakan dari DPRD tapanuli
tengah , DPRD Tapanuli Tengah tidak setuju terhadap kebijakan gubernur tentang
rekomendasi pembentukan provinsi tapanuli . Padahal banyak pihak yang
menganggap bahwa DPRD tidak mempunyai kewenangan menilai kebijakan gubernur
tersebut.
Namun menurut saut situmorang juru
bicara Depdagri menjelaskan langkah evaluasi
terhadap SK pembentukan provinsi tapanuli merupakan hal biasa kaena sudah sering
dilakukan oleh kepala daerah. Selain itu, Sejumlah anggota dewan menilai keluarnya Surat Keputusan
Persetujuan Pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) Gubernur sumatera utara yang
dinilai melanggar mekanisme merupakan bukti keteledoran Pemprovsu. Berbeda
dengan pergantian SKPD (surat kerja perangkat daerah) yang memang hak prerogratif
Gubernur Sumatera Utara .
DAFTAR
PUSTAKA
1.
UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
2.
PP
Nomor 129 Tahun 2000
3.
PP
Nomor 78 Tahun 2007
8.
www.jpnn.com
10.
http://manduamastapanulibarat.wordpress.com/2009/02/13/gubsu-harus-evaluasi-staf-terkait-sk-protap/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar