Kamis, 11 Juli 2013

Bahan Kuliah : Politik Hukum



MATERI PERKULIAHAN


Pokok Bahasan 1.
Pendahuluan

a. Latar belakang

Studi hukum berusia sudah sangat lama mulai dari yunani kuno sampai zaman modern sekarang ini. Dalam kurun waktu itu studi hukum telah mengalami pasang naik dan surut, perkembangan dan pergeseran mengenai metodologi pendekatannya. Pasang surut perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perubahan struktur sosial akibat modernisasi industrialisasi, ekonomi, politik, perkembangan perangkat lunak.

Satjopto Raharjo menguraikan perkembangan hukum, dimana abad ke 19 di Eropa dan Amerika Serikat individu merupakan pusat pengaturan hukum, sedangkan badan hukum /lembaga hukum yang berkembang adalah badan hukum perdata. Keahlian hukum dikaitkan dengan keterampilan teknis atau keahlian tukang (siap kerja). Ketika itu studi hukum dapat dikaji dari hukum sendiri, hukum tidak memerlukan bantuan dan kerjasama dengan disiplin lain.

Dengan kemajuan teknologi dan modernisasi dalam segala aspek kehidupan, kedudukan individu mulai mendapat saingan oleh tampilnya subjek hukum lain selain perdata seperti comunity, kolektive dan negara. Dengan demikian bidang-bidang yang makin menonjol adalah bidang hukum publik, hukum administrasi dan hukum social ekonomi.
Dalam perkembangan dewasa ini, hukum dapat dilihat dari dimensi yang sangat kompleks. Mempelajari hukum saat ini tidak bisa lepas dari kajian disiplin ilmu lainnya. Artinya hukum tidak bisa dipelajari dari sudut pandang hukum semata-mata. Ahli hukum tidak bisa menutup dirinya seperti paham /ajaran hukum murni dari Hans Kelsen yang mengatakan hukum harus murni dari pengaruh faktor-faktor non yuridis, seperti faktor sosial, moral, politik, agama dan lain-lain.

Persoalan hukum sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi, antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Hukum Agraria (hukum pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat. Ketika kita berbicara hukum tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik sangat kental. Dalam perkembangan hukum Pemerintahan di Daerah pendekatan politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara hukum Perbankan dan sebagainya.

Pendekatan hukum melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan berbagai disiplin hukum di samping Philosophy of law dan science of law, juga seperti teori hukum ( legal theory/theory of law), sejarah hukum (history of law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law , phychology of law dan sekarang Politic of law.

Hukum merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase. Hukum terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).

Jika hukum hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari kajian norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi dan kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan hukum (hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU menurut kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu hukum sudah menghambakan dirinya untuk politik.

Von Kirchman mengatakan bergudang-gudang buku Undang-undang yang ada di dalam perpustakaan bisa dibuang sebagai sampah yang tak bernilai ketika ada keputusan politik di parlemen yang mengubah isi undang-undang tersebut. Ungkapan itu tidak berlebihan melihat realitas yang terjadi di Indonesia saat ini. Ketika sistem pemilihan lewat perwakilan (MPR, DPR, DPRD undang-undangnya diobok-obok dengan sistem pemilihan langsung), banyak buku-buku tentang sistem pemilihan melalui perwakilan di Indonesia yang tidak berguna.

Salah satu pendekatan hukum yang marak dibicarakan dalam berbagai discursus adalah pendekatan hukum dari politik. Hal ini akhirnya melahirkan kajian baru di Fakultas Hukum yang dikenal dengan Politik Hukum. Awalnya kajian politik hukum hanya diajarkan di Program Magister ( S-2), tetapi sekarang hampir seluruh tingkatan S-1 program studi ilmu hukum sudah diajarkan matakuliah Politik Hukum.
Persoalan yang belum dapat jawaban yang pasti adalah kapan siapa dan kapan Politik Hukum yang mempopulerkan politik hukum. Namun Bellefroid tahun 1953 menggunakan istilah de rechtspolitiek yang kemudian dikenal dengan Politik Hukum sebagai suatu istilah mandiri, yakni ketika menjelaskan cabang-cabang ilmu apa saja yang termasuk dalam ilmu pengetahuan hukum.

Hukum pada awalnya dipahami identik dengan Peraturan Perundang-undangan persepsi itu keliru. Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif bersama Presiden) sementara Peraturan Perundang-undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan produk badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengikat dan berlaku umum.

Peraturan Perundang-undangan tersusun secara bertingkat/berjenjang, tidak boleh dibalik urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, terdiri dari :

• Perda Propinsi
• Perda Kabupaten/ Kota
• Peraturan Desa/Nagari
Sebelumnya Urutan Peraturan Perundang-undangan diatur Dalam Ketetapan MRPS No. XX/MPRS/1966 dan kemudian Diganti dengan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000. Urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Terdapat perbedaan, antara ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan UU No. 10 tahun 2004. UU No. 10 tidak mengenal lagi ketetapan MPR karena MPR setelah amandemen UUD tidak berwenang lagi mengeluarkan Ketetapan MPR, kewenangan MPR hanya (1) Mengubah dan menetapakan UUD dan (2) Melantik Presiden dan wakil Presiden. UU dan Perpu dibedakan tingkatannya, istilah Keputusan Presiden diganti dengan Peraturan Presiden.
(Peraturan Menteri, badan negara lain sekalipun tidak masuk kedalam hierarkhi Peraturan Perundang-undangan, menurut UU No. 10 tahun 2004 ia tetap merupakan peraturan perundang-undangan).


b. Peristilahan Politik Hukum.
Istilah Politik hukum tediri dari 2 kata yaitu “ Politik” dan “Hukum”. Antara kata politik dan hukum oleh kebanyakan ahli hukum memandangnya sebagai dua kata yang paradok. Hukum adalah suatu hal yang sudah pasti dan jelas, sementara politik suatu hal yang selalu mengandung ketidak pastian selalu berubah-ubah menurut pelaku politik.

Istilah politik hukum terjemahan dari bahasa Belanda yaitu rechtspolitiek, terbentuk dari dua kata yaitu rechts dan politiek. Istilah itu pernah digunakan oleh Bellefroid “
”Politiek” dalam bahasa Belanda mengandung arti beleid dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan ”kebijakan”. Kebijakan berarti adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan , kepemimpinan dan cara bertindak. Misalnya kebijakan penanganan korupsi, kebijakan peradilan satu atap, kebijakan perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu dan lain-lain.
Politik Hukum dalam bahasa Inggris disebut Legal Policy, istilah yang terdiri dari dua variable “Politik” dan “Hukum”. Dalam konteks ini Politik Hukum dipahami sebagai bagaimana politik mempengaruhi hukum atau sebaliknya hukum mempengaruhi politik yang kemudian mengkristal di dalam politik hukum yang digariskan oleh suatu negara.
Dalam hubungan konsep keilmuan ketika mempelajari Ilmu Negara, hukum diibaratkan rangka dalam tubuh manusia, sedangkan politik diibaratkan daging atau istilah yang digunakan Muchtar Koesoemaatmadja maupun Sri Soemantri hukum ibarat Rel, sementara politik merupakan lokomotifnya. Pertanyaan apakah rangka yang mengikuti daging atau daging yang mengikuti rangka, ataukah lokomotif yang mengikuti rel atau rel yang mengikuti lokomotif. Mana yang aman dari pertanyaan di atas.

c. Pengertian/Definisi Politik Hukum
Ketika kita berbicara pengertian/definisi kita ingat ungkapan Immanuel Kant, sulit mendapatkan satu kesatuan pengertian/definisi tentang hukum. Hal yang sama juga untuk mendapatkan pengertian Politik Hukum. Para ahli mengemukakan definisi menurut latar belakang, cara pandang masing-masing tentang Politik Hukum. Terdapat perbedaan, namun ada persamaan. Selain itu pengertian politik hukum dapat dilihat dari segi tata bahasa.


I. Dari segi Tata Bahasa (asal usul kata)
Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis Van der Tas, kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy). Dari penjelasan itu dapat diartikan politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain Politik Hukum adalah Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang Hukum.
Kata kebijakan (wisdom, wijsheid) dan kebijaksanaan ( policy, beleid) menurut Girindro Pringgodigdo dua hal yang berbeda. Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan dibidang hukum untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Orientasinya pada pembentukan dan penegakan hukum masa kini, masa depan. Adapun kebijakan adalah tindakan atau kegiatan seketika (instand desicion) melihat urgensi/situasi yang dihadapi berupa pengambilan keputusan di bidang hukum yang bersifat pengaturan dan keputusan tertulis/lisan yang berdasarkan kewenangan diskresi (kewenangan bebas bertindak jika hukumnya tidak jelas/belum ada).
Sekalipun kedua istilah itu secara konseptual berbeda, namun dalam praktek sehari-hari sering penggunaanya dalam pengertian yang sama yakni rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.

II. Menurut Para ahli, diantara pandangannya adalah:
• Padmo Wahyono dalam tulisannya “Menyelisik proses terbentuknya Perundang-undangan, Forum Keadilan mengatakan Politik Hukum adalah Kebijakan penyelenggaraan negara, tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijakan itu dapat berkaitan dengan membentuk hukum, penerapan hukum dan penegakkan hukum

• Teuku M Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan Hukum”. Politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.

• Sodarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekpresikan yang terkandung dalam masyarakat dan dalam mencapai apa yang dicita-citakan. (hukum dan Hukum Pidana).

• Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

• Abdul Hakin G Nusantara “Politik Hukum Nasional”. Politik hukum adalah kebijakan hukum ( legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, sebetulnya dapat ditarik unsur-unsur dari Politik Hukum yakni:
a. Kehendak penguasa negara mengenai hukum
b. Kehendak tersebut telah dituangkan/digariskan dalam dokumen kenegaraan
c. Hal itu dijadikan pedoman/arah untuk dijalankan secara nasional
d. Ini menyangkut pembentukan dan penegakan hukum.
Kesimpulan, Politik Hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.




Pokok Bahsan II
Politik Hukum Suatu Kajian Hukum Tata Negara
a. Hukum yang berhubungan dengan Kekuasaan

Dilihat dari sistematika perkembangan hukum dibedakan atas hukum Privat dan hukum Publik. Hukum mengatur hubungan hukum yang berkenaan dengan kepentingan perorangan. Sedangkan hukum publik mengatur hubungan hukum yang berkenaan dengan kepentingan publik (orang banyak). Di antara hukum publik adalah hukum Tata Negara yakni yang mempelajari ketatanegaraan suatu negara (konstitusinya) makanya disebut dengan hukum konstitusi.
Kenapa Politik Hukum merupakan Kajian Hukum Tata Negara ?
1. Dilihat dari Pengertian Politik Hukum.
Politik Hukum sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dalam definisi itu terdapat kata “penyelenggara negara” dan “tujuan negara” yang menjadi aspek kajian Hukum Tata Negara.
Penyelenggara negara disebut dengan pemerintah (government) bisa diartikan dalam arti luas mencakup semua kekuasaan dan fungsi kenegaraan (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Fungsi mana diperankan oleh kembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintah.
Tujuan Negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan itu tidak mungkin dicapai dengan mudah, tetapi perlu strategi/kebijakan. Perlu upaya yang sekarang dikenal dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) maupun rencana tahunan.



2. Pandangan ahli
Kedudukan Hukum Tata Negara dalam kerangka hukum, pandangan van Vollenhoven, Openheim bahwa Hukum Tata Negara adalah rangkaian peraturan yang menetapkan badan-badan (organ) suatu negara dengan memberi wewenang kepada organ itu serta membagi pekerjaan kepada alat negara baik yang tinggi maupun yang rendah (di pusat maupun di daerah). Dari definisi HTN dapat dipahami bidang kajian politik hukum merupakan bidang kajian hukum tata negara yakni hukum yang berhubungan dengan kekuasaan kenegaraan, seperti UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, UU Pemilihan Presiden (sedang dalam bahasan DPR), UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo 12 tahun 2008, UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 14 tahun 1985 jo No. 5 tahun 2005 tentang Mahkamah Agung dan lain-lain.
Dalam studi hukum di Belanda Hukum Tata Negara bukan sekedar menjadi muara berlakunya hukum materi dan hukum formal, tetapi juga organisasi peradilan dengan mana hukum materil hendak dipertahankan. Jadi Hukum Tata Negara di dalamnya tercakup hukum acara (formil), hukum materil dan hukum yang mengatur organ kenegaraan. Ketika kita berbicara organ kenegaraan, hal itu tidak lepas dari kajian politik hukum. Misalnya sistem apa yang digunakan untuk menentukan calon anggota DPR yang terpilih (suara terbanyak atau nomor urut), berapa persen perolehan suara parpol baru bisa mengusung pasangan calon presiden, berapa jumlah anggota DPR/DPD/MPR/BPK,MA,MK, kewenangan masing-masingnya, semuanya itu tidak lepas dari pergulatan politik di DPR yang menentukannya.

b. Politik Hukum Nasional
Politik hukum nasional yang dimaksud adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yakni hukum yang akan, sedang dan telah dijalankan, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Setiap negara memiliki politik hukum nasional masing-masing, karena itu politik hukum nasional dibentuk dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita ideal negara.

Bagi Indonesia tujuan politik hukum adalah:
(1) Sebagai alat (tool) atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional Indonesia.
(2) Sebagai sarana untuk merekayasa perkembangan, perubahan yang terjadi dalam kehidupan kenegaraan.
(3) Arah yang ingin diwujudkan dalam pembangunan di bidang hukum.

Hukum Nasional Indonesia bersumber pada Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 menurut Sunaryati Hartono (guru besar Unpad, mantan kepala BPHN) dapat berisi hukum nasional yang telah ditetapkan, hukum barat, hukum adat dan hukum Islam. Arief Sidarta (guru besar filsafat Unpad) berpendapat tatanan hukum nasional harus mengandung ciri-ciri:
a. berwawasan kebangsaan dan berwawasan nusantara
b. mampu mengakomodir kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan keagamaan
c. Sedapat mungkin tertulis dan terunifikasi
d. Bersifat nasional yang mencakup rationalitas efisiensi, rationalitas kewajaran, rationalitas kaedah, rationalitas nilai.
e. Aturan prosedural yang menjamin transparansi yang memungkinkan kajian rational terhadap proses pengambilan keputusan oleh pemerintah
f. Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat.
Bagi Indonesia Politik Hukum Nasionalnya dapat dilihat dalam berbagai dokumen perencanaan yang telah ditetapkan. Pada masa awal kemerdekan hal itu dirumuskan dalam UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, masa Orde Lama dirumuskan dalam Manifesto Politik Orde Lama sebagai GBHN pada waktu itu, masa Orde Baru dalam Ketetapan MPR tentang GBHN, masa reformasi ditemukan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 jo UU Nomor 25 tahun 2000 dan Masa Kepemimpinan SBY-Kalla dituangkan dalam RPJM Peraturan Presiden No. 67 tahun 2005.


Pokok Bahasan 3
A. Ruang lingkup Politik Hukum
Politik hukum tidak lepas dari kebijakan dibidang lain. Penyusunan politik hukum harus selalu diusahakan seiring dengan aspek-aspek kebijakan dibidang ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan sebagainya. Cakupan politik hukum dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu:
(1) Politik Hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara, hal ini mencakup kebijakan hukum yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh suatu negara.
(2) Politik Hukum diartikan sebagai hubungan pengaruh timbal balik antara hukum dan politik.

Ad 1. Ada dua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara yakni:
a. Politik Pembentukan Hukum
b. Politik Penegakan hukum.

a. Politik pembentukan hukum adalah kebijakan yang bersangkutan dengan penciptaan, pembaharuan dan pengembangan hukum. Hal ini mencakup:
1. Kebijakan pembentukan perudang-undangan, kebijakan pembentukan hukum kita yang utama adalah lewat perundang-undangan. Bagi Negara Indonesia yang mengikuti sistem hukum continental undang-undang adalah sumber utama hukum. Karena itu kebijakan pembentukan perundang-undangan harus direncanakan melalui suatu sistem perencanaan nasional yang disusun dalam program legislasi nasional. Lewat program legislasi nasional akan tampak arahan undang-undang apa yang akan dibuat dalam 20 tahun yang akan datang, 5 tahun yang akan datang, ataupun 1 tahun yang akan datang. Namun, boleh saja dalam perjalanannya terjadi perkembangan yang cepat, apa yang telah di program diubah berdasarkan kebutuhan.

2. Kebijakan (pembentukan) hukum yurisprudensi, yurispudensi merupakan sumber hukum selain undang-undang. Pada dasarnya sistem hukum Indonesia menganut asas hakim tidak terikat pada preceden atau putusan terdahulu mengenai persoalan hukum serupa. Dalam sistem kontinental putusan pengadilan bersifat “persuasive power of the precedent”. Berbeda dengan system anglo saxon dimana hakim terikat pada precedent yang disebut dengan “Stare decisis et quit non movers” sebagai asas “the binding force of precedent”. Tetapi UU Kehakiman menganut asas ius curia novit (pasal 16). Artinya hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan alasan undang-undang tidak ada, tidak jelas, belum lengkap, tetapi wajib mengadili perkara. Untuk mengadili tersebut hakim harus tunduk pada ketentuan pasal 27 Undang –undang No. 4 tahun 2004 yang mengatakan “ hakim wajib menggali, mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat” atau living law.

3. Kebijakan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya merupahan hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, kebiasaan mana diperlihara dan dipertahankan dalam mengatasi persoalan yang dihadapi. Seperti dalam bidang pertanahan yang mengakui keberadaan hak ulayat. Hak ulayat mana diatur menurut sistem hukum adat yang mempunyai ciri khas tidak tertulis, namun Undng-undang Pokok Agraria mengakui hak tersebut sepanjang masih ada dan hidup dalam kenyataannya di tengah-tengah masyarakat adat tersebut.

b. Politik Penegakan Hukum mencakup:
1. Kebijakan dibidang peradilan, dalam hal ini bagaimana arah kebijakan terhadap peradilan. Misalnya sebelum amandemen UUD 1945 kebijakan terhadap peradilan dikelola melalui dualisme pembinaan. Satu sisi hakim berada dibawah pembinaan Mahkamah Agung, sisi lain hakim berada di jajaran departemen dibawah pembinaan Menteri terkait (eksekutif). Kebijakan demikian melahirkan kecurigaan dan pertanyaan, hakim tidak independen/ apakah hakim bisa mandiri dalam mengadili perkara. Setelah di amandemen kebijakan terhadap peradilan dilakukan lewat pembinaan satu atap, semuanya berada di bawah Mahkamah Agung. Tetapi untuk menjaga indepensi hakim, dibentuk lembaga yang dikenal dengan KomisiYudisial.
2. Kebijakan dibidang pelayanan hukum. Dalam hal ini perlu pelayanan hukum yang cepat, mudah, terjangkau oleh masyarakat, transparan dan akuntabel. Dalam hal ini juga dilakukan kebijakan yang dapat memberantas terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

Kelima komponen arah kebijakan pembentukan hukum tersebut akan membentuk sistem hukum nasional. Hukum nasional itu akan berfungsi ditentukan oleh 5 faktor yang satu dengan yang lain saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kelima faktor yang disebut dengan kondisi hukum tetap ( conditio sine quanon) terdiri dari:
a. Substansi hukum /materi hukum ( legal substance)
b. Budaya hukum (kesadaran hukum masyarakat ( legal culture)
c. Aparatur penegak hukum ( legal aparatus)
d. Sarana dan prasarana (equitment)
e. Pendidikan hukum (legal education)

Kedua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum tersebut (kebijakan pembentukan perundang-undangan/hukum tertulis dan kebijakan penegakan hukum) tersebut hanya dapat dibedakan dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berkait dan berfungsi sebagai suatu sistem, dimana sub sistem yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan sebagai suatu totalitas.

• Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan tergantung pada penerapannya. Apabila penegakan hukum tidak dapat berfungsi dengan baik peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuan.

• Putusan dalam rangka penegakkan hukum merupakan instrumen kontrol bagi ketepatan dan kekurangan suatu peraturan perundang-undangan

• Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan perundang-undangan . Melalui putusan dalam rangka penegakan hukum peraturan perundang-undangan menjadi hidup dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

• Pembentukan hukum dan penegakan hukum melibatkan SDM, tata kerja, pengorganisasian, sarana dan prasarana. SDM yang handal, pengorganisasian yang efektif dan efisien, sarana dan prasarana yang memadai akan turut menentukan keberhasilan pembentukan dan penegakan hukum.

• Politik pembentukan dan penegakan hukum harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia, tata kerja, pengorganisasian dan sarana/prasarana.

Ad 2. Hubungan kausalitas antara hukum dan politik
Politik Hukum sebagai kebijakan hukum (legal policy) yg sudah, akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah mencakup pula pengertian bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibekang pembuatan dan penegakan hukum.

Bagaimana hubungan kausalitasnya, apakah hukum yg mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi hukum ?. Jawaban dapat berupa:

a. Hukum determinan atas politik dalam arti kegiatan-kegiatan politik di atur dan tunduk pada aturan-aturan hukum (mereka yg memandang hukum sebagai das sollen (keharusan) para idealis)
b. Politik determinan atas hukum , karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak politik yg saling berintegrasi dan bersaing. Mereka memandang hukum sebagai das sain, penganut empiris dan memandang realitas.
c. Politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi dan derajat determinan yang seimbang, sekalipun hk produk politik tetapi jika hkm ada, politik harus tunduk pada hukum.
Dalam politik hukum terdapat dua variabel, yakni variabel terpengatur (hukum) dan variabel yang mempengaruhi (politik).

Dalam studi Politik Hukum kita tidak melihat hukum ansich das sollen tetapi juga das sain.
Asumsi dasar disini “hukum merupakan produk politik”.
Dalam melihat hubungan keduanya, hukum sebagai terpengaruh (dependent variable) dan politik sebagai variabel yang berpengaruh ( independent variable).
Hukum dipengaruhi politik atau politik determinan atas hukum mudah dipahami dan realitasnya demikian karena hukum merupakan kristalisasi dari kehendak politik yang saling berintegrasi dilingkungan pengambil keputusan.

B. Dasar dan Corak Politik
Ada pendapat yang diterima oleh umum bahwa hukum khususnya Peraturan Perundang-undangan merupakan produk politik. Bukan saja karena dibuat oleh DPR, Presiden, tetapi peraturan perundang-undangan pada dasarnya akan mencerminkan pemikiran dan kebijaksanaan yang paling berpengaruh di negara yang bersangkutan. Pikiran politik dan kebijakan politik yang berpengaruh tersebut dapat bersumber, kepada ideologi tertentu, kepentingan tertentu atau tekanan-tekanan sosial yang kuat dari masyarakat.
Gambaran di atas menunjukkan politik hukum mempunyai hubungan dengan bidang lain. Penyusunan Politik Hukum harus diusahakan seiring dengan aspek-aspek kebijakan di bidang ekonomi, politik, sosial, teknologi dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya , kebijakan dibidang ekonomi, politik, sosial, teknologi dan lain-lain tidak boleh mengabaikan dasar-dasr dan tatanan hukum yang semestinya melandasi kebijakan tersebut. Selain itu politik hukum sangat dipengaruhi oleh doktrin kenegaraan, apakah doktin sosialisme ataupun komunisme.
Corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin sosialis akan berbeda dengan corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin kapitalis. Hukum di bidang ekonomi di negara sosialis selalu memberi tempat pada negara dan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi. Sedangkan hukum di bidang ekonomi di negara kapitalis akan lebih banyak mencerminkan aturan yang menjamin ekonomi pasar. Dalam prakteknya akan dijumpai lingkup gabungan antara berbagai sistem tergantung materi yang diatur karena tidak zamannya lagi membedakan secara tajam antara serba negara dan serba pasar. Bagi kebanyakan negara, pendekatan yang serba ideologis sudah lama dan berangsur-angsur ditinggalkan, termasuk dalam menentukan politik hukum.
Politik hukum dinegara demokrasi akan berbeda dengan negara yang diperintah dengan diktator. Politik hukum pada negara demokrasi berusaha memberi peluang luas bagi keikutsertaan masyarakat menentukan corak dan isi hukum yang dikehendaki. Pada negara diktator akan selalu menghindari partisipasi masyarakat dalam menentukan corak dan isi hukum. Kehendak penguasa diktator selalu menjadi dasar kaedah dan menuntun penyerahan total warga pada kehendak penguasa.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila yang berdasarkan kekeluargaan mempunyai politik hukum tersendiri sesuai dengan cita hukum (rechts idee) yang terkandung dalam pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Pada tataran politik, tujuan politik hukum Indonesia adalah tegaknya negara hukum yang demokratis. Pada tataran sosial dan ekonomi politik hukum bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pada tataran normatif, politik hukum normatif bertujuan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Seluruh tujuan tersebut berada dalam satu bingkai tatanan hukum nasional yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.





Pokok bahasan 4.
Model/Pola pelaksanaan Politik Hukum oleh Negara-negara.
A. Umum
Setiap Negara mempunyai politik hukum masing-masing, perbedaanya hanya terletak pada cara pengelolaannya. Jika dikelompokkan politik hukum yang dianut oleh negara-negara tersebut dibedakan atas:
a. Negara yang politik hukumnya disusun secara terencana dan sistematis (planning states). Hal itu lazimnya dijalankan oleh negara negara dengan sistem perencanaan yang berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik karena alasan ideologis maupun perubahan sistem politik, misalnya negara jajahan menjadi negara merdeka. Perubahan bentuk kerajaan menjadi bentuk republik dan sebagainya.
b. Negara yang telah memiliki sistem hukum yang mapan, asas dan kaedah hukum pokok telah tersusun, politik hukum dijalankan secara sederhana dikaitklan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari pada perubahan hukum pokok (basic law). Politik ini dapat dilakukan melalui program tahunan mengikuti perubahan kebijakan ekonomi, politik, sosial, budaya yang terjadi dari waktu ke waktu.

B. Model Politik Hukum Permanen (tetap) hal ini berkaitan dengan sikap yang selalu menjadi dasar kebijakan pembentukan dan penegakkan hukum: Bagi Indonesia, politik hukum yang tetap antara lain:
a. Ada satu kesatuan sistem hukum
b. Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945.
c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga tertentu berdasarkan ras, suku atau agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.
d. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
e. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya diakui sebagai sub sistem hukum nasional sepanjang nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
f. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan partisipasi masyarakat.
g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi.

C. Politik hukum yang temporer. Ditetapkan dari waktu kewaktu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk ke dalam kategori ini seperti penentuan prioritas pembentukan peraturan Perundang-undangan, pembaruan Perundang-undangan dibidang ekonomi, penghapusan perundang-undangan sisa warisan kolonial, pembentukan perundang-undangan yang berpihak pada HAM, Pemerintahan, Keuangan dll.

Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 menghendaki suatu pola kebijakan yang tersusun secara sistematis, spesifik dan terencana dari waktu ke waktu. Karena itu dari waktu kewaktu diharapkan dari priode tertentu tersusun suatu politik hukum secara terencana. Bagi Indonesia yang sedang membangun lewat Pelita dan RPJP/M nya politik hukum yang temporer lebih ditujukan pada pembaharuan hukum untuk mewujudkan suatu sistem hukum nasional dan berbagai aturan yang dapat memenuhi kebutuhan Indonesia untuk dapat menjadi negara modern. Politik hukum nasional mencakup pembangunan asas-asas hukum, kaedah-kaedah hukum pokok, kaedah-kaedah hukum sektoral, disamping politik hukum yang berkaitan dengan pelayanan dan penegakan hukum.








Pokok Bahasan 5
Tata Urutan Norma Hukum dalam Negara
A. Tertib Hukum Dalam Negara
Untuk kajian selanjutnya kita akan membahas terlebih dahulu mengenai teori utama peraturan perundang-undangan yang dikemukakan oleh ahli hukum terkenal Hans Kelsen tentang hierarkhi norma (The hierarchy of the norms) yang dikemasnya dalam teori yang populer dengan teori hukum murni ( The Pure theory of law). Karena itu,
tertib hukum yang dikaji adalah Tertib/tata susun Peraturan Perundang-undangan dalam suatu negara.
Apa yg dimaksud dengan Peraturan perundang-undangan ( wet in marerie zin/Gezetz in materiellen sinne )? Apakah sama undang-undang dengan peraturan perundang-undangan .

D.P.W Ruiter dikutip oleh Hamid S. Attamimi mengemukakan 3 unsur norma hukum dalam negara yaitu:
- Rechtsnormen (norma hukum)
- Naar buiten werken (berlaku keluar)
- Algemeenheid inruime zin (mengatur hal yang umum)
Norma dalam peraturan perundang-undangan mengandung salah satu sifat, Perintah (gebod), larangan (verbod), perizinan/pengecualian (toesteming) dan pembebasan (vrijesteling).
Menurut ilmu tentang logika norma (normenlogica) hubungan keempat operator norma tersebut dapat dikembangkan lebih jauh melalui hubungan ekuivalen, kontradiktif maupun implikatif.

Norma hukum tertuju pada rakyat (subjek hukum) baik dalam hubungan dengan sesama maupun hubungan dengan pemerintah. Yang mengatur hubungan antar sesama organ bukanlah norma hukum yang sesungguhnya, paling disebut dengan norma organisasi.
Kategori norma ada yang umum/individual dan abstrak /konkret
Perbedaan umum/indifidual itu terletak pada alamat yang dituju dalam peraturan (adressatnya), sedangkan abstrak/konkret pada hal yang diatur.

Benyamin Azkin menyatakan Pembentukan norma hukum publik berbeda dengan pembentukan norma hukum privat. Karena itu dilihat dari norm structure hukum publik berada di atas hukum privat. Dilihat dari struktur lembaga (institutional structure) state berada diatas population.

Hukum publik dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah dan DPR) yang disebut dengan supra struktur, sedangkan norma hukum privat dibentuk oleh masyarakat yang disebut dengan Infra struktur

B. Pandangan Ahli Perundang-undangan
Hans Kelsen:
1. Grundnorm/Grund Gezetz yang disebut dengan norma Dasar dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan tatanan norma yang paling tinggi dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi ), karena konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya merupakan hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian dari hukum dasar suatu negara.
2. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Belanda
3. Verornung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Indonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden

Hans Nawiasky (murid Kelsen)
1. Staats Fundamental Norm, yang dikenal dengan norma dasar negara, norma ini ada sebelum negara yang berfungsi sebagai dasar pembentukan konstitusi/UUD dan norma perubahannya.
2. Staats Grundnorm, yang disebut dengan norma Dasar yang dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan Tatanan norma yang paling tinggi dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi, karena konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya merupakan hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian dari hukum dasar suatu negara.
3. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Beland
4. Verornung yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Inonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden
5. Autonome satzung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Indonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden

Teori Kelsen (stufentheorie) mengajarkan norma hukum itu berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarkhi tata susun, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis fiktif yaitu Grundnorm.
Norma dasar merupakan norma yang paling tinggi dalam sistem norma dan ia tidak dibentuk oleh norma yg lebih tinggi tetapi ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar dan menjadi gantungan bagi norma yang dibawahnya. Ajaran Kelsen diilhami oleh muridnya Adolf Merkl yang menyatakan norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah “ das doppelte rechtssanlitz”. Norma hukum itu keatas bersumber pada norma yang diatasnya, dan kebawah menjadi dasar/sumber norma yg dibawahnya.

Menurut Nawiasky norma selain berjenjang juga berkelompok yang terdiri dari Norma fundamental Negara, Aturan Dasar/pokok Negara, UU dalam arti formal, Aturan pelaksanaan. Norma fundamental merupakan norma yg tertinggi (Juniarto menyebut pokok kaedah fundamental, norma pertama atau Hamid Attamimi menyebut Norma fundamental negara.
Staats fundamentalnorm itu menurut Nawiasky adalah norma yang menjadi dasar pembentukan konstitusi/UUD suatu negara (staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum staats fundamentalnorm adalah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staats fundamentalnorm itu juga merupakan landasan filosofis suatu negara.
Terdapat perbedaan istilah yang dipakai Kelsen dan Nawiasky, Nawiasky tidak menggunakan istilah staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm. Grundnorm mempunyai kecendrungan tetap/tidak berubah, staatsfundamental norm dapat saja berubah. Aturan pokok/dasar negara, masih umum, garis besar, masih merupakan norma tunggal. Norma itu dituangkan dalam suatu dokumen staatsverfassung atau dalam beberapa dukumen staatsgrundgezetz.
Norma ini merupakan norma hukum yang lebih konkret berlaku di tengah masyarakat. Normanya tidak hanya tunggal (primer, tetapi sudah dapat bersifat skunder, misalnya adanya sanksi.

C. Tata Urutan Norma di Indonesia,
Tata Urutan Norma di Indonesia pernah diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang undangan kemudian diganti dengan Ketetapan MPR No. III/MPR /2000 dan terakhir diganti dengan UU No. 10 tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI.
Tata Susun Norma Hukum dalam Negara yang dikenal dengan peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan MPRS No. XX/MPRS 1966
- UUD 1945
- Ketetapan MPR/S
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pelaksana lainnya
* Permen
* Inmen
* Dll
Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, tata urutan Peraturan Perundang-undangan adalah:
- UUD 1945
- Ketetapan MPR (S)
- UU
- Perpu
- Perat. Pemerintah
- Keppres
- Perda

Menurut UU No. 10Tahun 2004
- UUD Neg R.I 1945
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Perturan Daerah
• Peraturan Daerah Propinsi
• Perda Kabupaten/Kota
• Perturan Desa.


URAIAN:
Staat Fundamental Norm, di Indonesia disebut Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila. Staat fundamental norm itu merupakan sumber dari segala sumber hukum dan sumber tertib hukum. Artinya UU yang akan dibentuk harus bersumber pada pancasila, tidak boleh bertentangan dengan pancasila.

Grund Norm, di Indonesia setingkat UUD.
UUD merupakan hukum dasar tertulis dari suatu negara.
UUD berbeda dengan Konstitusi, karena konstitusi selain merupakan hukum dasar tertulis, ia juga hukum dasar tidak tertulis. UUD hanya bagian dari konstitusi, tetapi dalam kehidupan sehari-hari UUD sering dibaca/disebut konstitusi.

Norm/formeel gezetz, setingkat dengan UU (UU dibuat oleh badan legislatif) di Indonesia dibuat oleh DPR bersama Presiden.
Verornung, peraturan di bawah UU atau perturan pelaksanaan undang-undang.

UU bedakan dalam dua pengertian:
1. UU dalam arti materil, hal ini disebut dengan peraturan perundang-undangan. Ia dapat berupa UU atau perturan lain selain uu.
2. UU dalam arti formil hanya UU saja (yang dibuat oleh DPR bersama Presiden).

UU No. 10 tahun 2004 tidak mengenal lagi Ketetapan MPR (S) sebagai bentuk perundang-undangan (karena amandemen UUD 1945) tidak menempatkan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang membentuk Ketetapan MPR. Kedudukan MPR sekarang secara sturuktural sejajar dengan lembaga negara lain seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA. BPK.

UU No. 10 juga memperkenalkan istilah baru mengenai nama perturan perundang-undangan yakni merubah istilah Keputusan Presiden yang dikenal dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Jo Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan Peraturan Presiden.

Saat ini Peraturan Presiden digunakan untuk produk hukum yang sifatnya mengatur (regeling), sementara Keputusan Presiden untuk produk hukum Presiden yang sifatnya menetapkan/penetapan (beschikking). Kalau Regeling normanya atau aturannya bersifat umum, abstrak dan universal seperti Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Bencana, kalau beschikking normanya atau aturannya bersifat konkret, individual dan final, misalnya pengangkatan Mr Takdir menjadi Hakim Agung.



Pokok Bahasan 6
Arah Pembangunan Di Indonesia
Pembangunan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru awalnya menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dan mengabaikan pembangunan dalam bidang hukum, hal itu dapat dipahami dari Garis-garis Besar Haluan Negara yang dimuat dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN.
Pembangunan dalam bidang hukum baru dimulai tahun 1978 dimuat dalam Ketetapam MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN. Ketika itu pembangunan dalam bidang hukum masih disisipkan dalam pembangunan bidang politik. Pada poin C GBHN bidang politik dirumuskan:
“ Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Lima tahun kemudian pada Pelita ke III arah kebijakan pembangunan hukum kembali dituangkan dalam Ketetapan MPR No. II tahun 1983 butir C yang mengatakan
“meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Rumusan yang hampir sama juga dikemukakan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, butir c sebagai berikut:
“dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara lebih terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu serta menyususn perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, sertat ingkat kesadaran masyarakat”.
Dengan mecermati ketiga Ketetapan MR tersebut dapat disimpulkan kertika itu dijalankan araka kebijakan politik hukum pada kodifikai dan unifikasi hukum. Keadaan mana sudah mengalami perkembangan dalam Ketetapan MPR tahun 1993, karena tahun 1993 sudah mulai memperhatikan aspek kelembagaan hukum dan sumber daya manusia di bidang hukum.
Setelah reformasi yang ditandai dengan kejatuhan rezim Soeharto arah kebijakan pembangunan hukum lebih responsif menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, perkembngan hukum dari unifikasi mulai bergeser kearah pluralisme hukum dengan munculnya pengakuan terhadap hukum lokal seperti di Aceh dan Papua. Dalam Ketetapan MPR No. IV /MP/1999 jo UU No. 25 tahun 2000 terganbar secara gamblang dan lebih rinci arah pembangunan hukum sebagai berikut:

1. Mengembangkan budaya hkm disemua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran hukum dalam kerangka supermasi hkm dan tegaknya neg hkm.
2. Menata sistem hk nas yg menyeluruh dan terpadu dgn mengakui & menghormati hkm agama, hkm adat serta memperbaharui uu warisan kol dan hkm nas yg diskriminatif termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaian dgn tuntutan reformasi melalui program legislasi.
3. Menegakkan hk secara konsistem utk lebih menjamin kepastian hh, keadilan dan kebenaran, supremasi hk &menghargai HAM.
4. Melanjurkan ratifikasi konvensi Internasional, terutama berkaiatan dengan HAM, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU
5. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan apartur penegak hukum termasuk kepolisian, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat, dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasaranan, pendidikan serta pengawasan yg efektif.
6. Mewujudkan lembaga pengadilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
7. Mengemb perat Per UU yg mendukung kegiatan perek dlm menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kept nasional.
8. Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat , mudah murah dan terbuka serta bebas KKN dgn tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
9. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan , penghormatan dan penegakkan HAM.
10. Menyelesaikan proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan HAM yg belum ditangani secara tuntas.

Sementara itu Program-program Pemb Hukum meliputi:
1. Program pebentukan peraturan perundang-undangan.
Program ini mendukung upaya mewujudkan supremasi hukum terutama menyempurnakan perat per UU warisan kolonial.
2. Program pemberdayaan lembaga peradilan dan Lembaga penegak hukum lainnya.
Bertujuan untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan kepolisian , PPNS dalam upaya mewujudkan supremasi hukum yang didukung oleh hakim dan penegak hukum lainnya yang profesional, berintegritas dan bermoral tinggi.
3. Program penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM.
Tujuannya untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan HAM
4. Program peningkatan kesadaran hukum dan mengembangkan budaya hukum.
Tujuannya untuk meningkatkan kembali kesadaran dan kepatuhan hukum bagi masyarakat maupun aparat penyelenggara negara secara keseluruhan serta meningkatkan budaya hukum yang baik.
Dalam RPJM Peraturan Presiden R.I No. 7 tahun 2005. Arah pembangunan hukum ditempatkan pada Agenda “ Menciptakan Indonesia yg adil dan demokratis”. BAB 9 tentang “Pembenahan sistem Hukum dan Politik Hukum”.
Permasalahan:
1. Substansi Hukum
2. Struktur Hukum dan
3. Budaya Hukum
Sasaran 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, konsistensi peraturan peru-u tingkat pusat dan daerahtidan bertentangan dengan perat yg lebih tinggi.
Kelembagaan peradilan dan penegakan hukum yang berwibawa, bersih serta profesional.
Arah Pemb Politik Hukum:
1. Penataan subsistem hukum, dgn penataan kembali peraturan per u-u, untuk tertib per uu dengan memciptakan asas-asas umum dan hierarkhi per u-u.
2. Struktur hukum hal ini berkaiatan dengan kelembagaan, profesionalisme hakim , sstaf peradilan dst.
3. Budaya hukum, pendidikan, sosialisasi, keteladanan.


Politik Hukum Pasca Amandemen UUU 1945.
Sejak kemerdekaan sampai amandemen UUU 1945 telah terjadi perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan terutama menguatnya lembaga kontrol ”checks and belances”, dan pengaturan lebih rinci tentang perlindungan hukum. Perubahan mana telah diakomodir dengan cara mengamandemen UUD. Sekalipun UUD diamandemen namun perubahan tersebut tetap dijaga dalam koridor negara hukum bedasarkan Pancasila. Terdapat empat kaedah penuntun hukum yang harus dipedomani dalam politik atau pembangunan hukum.
Pertama, hukum nasional harus dapat menjaga integrasi keutuhan (kesatuan) baik ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Harus dicegah munculnya produk hukum yang potensial memecah belah keutuhan bangsa dan negara.
Kedua, hukum nasional harus di bangun secara demokratis dalam arti harus mengandung partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui prosedur-prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel. Harus di cegah produk hukum yang disusun secara licik, kucing-kucingan dan transaksi di tempat gelap.
Ketiga, hukum nasional harus mampu menciptakan kedilan sosial dalam arti harus mampu memberi proteksi khusus terhdap golongan yang lemah berhadapan dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.
Keempat, hukum harus mampu memjamin toleransi beragama yang berdap antar pemeluknya. Tidak boleh ada perlakuan istimewa kepada penganut agama tertentu. Peranan negara adalah mengatur supaya teraga keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat dn menfasilitasi setiap orang dapat melaksanakan agama dengan bebas tanpa ada ganguan dari orang lain dan tidak mengganggu ajaran agama lain.
Selama 4 kali terjadi amandemen terhadap UUD sejak 1999-2004 terlihat arak kebijakan politik hukum dibawah UUD hasil tersebut sebagai berikut:
1. Konsepsi negara hukum.
Sebelum amandemen konsepsi negara hukum terkesan menganut type kontinental (rechtsstaat) seperti dirumuskan dalam penjelasan UUD 1945 ketika itu, namun sekarang dinetralkan menjadi negara hukum saja tanpa ada embel-embel lain. Demikian juga politik hukum kita tentang negara hukum menganut unsur rechtsstaat dan the rule of law. Politik hukum negara hukum saat ini secara tegas ditempatkan dalam pasal batang tubuh UUD yakni pasal 1 ayat (3) jadi sudah merupakan norma konstitusi. Dahulu hanya disebut dalam penjelasan umum angka I tentang sistem Pemerintahan Negara, dengan demikian rumusan negara hukum ketika itu bukan merupakan norma hukum. Hal itu berarti

MATERI DISKUSI

3. Pembangunan Substansi Hukum/Perundang-undangan
Materi/isinya
• Apa isi materi hukum mengandung nilai-nilai pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai (1) kemanusiaan, tidak boleh merendahkan martabat manusia, (2) nilai persatuan, untuk keutuhan negara misalnya UU Pemerintah Daerah adanya otonomi khusus di aceh, tujuan memberikan otonomi, tidak ada daerah didunia yang berontak karena diberi otonomi, tetapi banyak daerah yang berontak karena tidak diberi otonomi. (3) Nilai demokrasi, misalnya uu pemilihan termasuk pemilihan kepala daerah secara langsung, dulu lewat perwakilan hanya dilakukan oleh elit plitik, sekarang rakyat, meskipun ada yang golput, tetapi itu termasuk hak untuk tidak memilih, yang tidak boleh mempengaruhi orang untuk tidak memilih. (4) Keadilan sosial, misalnya dalam pembagian hasil alam antara pusat dan daerah (perimbangan keuangan pusat dan daerah dan (5) nilai ketuhanan misalnya UU ponografi yang heboh sekarang.
• Materi hukum yang harus mengandung /mengakomodir nilai-nilai dalam sub sistem hukum islam, misalnya UU Perbankan adany bank syariah, ekonomi islam, hukum perkawinan, UU zakat dst.
• Mengakomodir nilai hukum adat, misalnya UU angaria, petambangan, kehutanan, seperti bagi hasil yang dikenal dalam hukum adat dalam hukum nasional menjadi production sherring.
• Mengakomodir nilai hukum internasional, misalnya perburuhan, perlindungan anak, korupsi. Penggajian yang sama laki-laki dan perempuan dalam hukum nasional diakomodir dalam hukum perburuhan.



Pembangunan Aparatur.
1. Hakim (aparatur penegak hukum), peningkatan SDM, masyarakat sudah banyak S2, hakim masih S1, pendidikan harus ditingkatkan.
2. Peningkatan training pelatihan berbagai bidang hukum dengan kemajuan teknologi sekarang, misalnya menggunakan media teleconfren dll.
3. Pola rekruitmen, dulu lewat PNS sering KKN, kualitas kurang, sekarang misalnya dengan fit anf profer test
4. Pembenahan mintalitas aparatur, adanya KPK, dulu kejaksaan orang kurang percaya, sekarang muncul KPK yang lebih bergengsi ditakuti.
5. Peningkatan kesejah teraan aparatur, (gaji, fasilitas), sekarang gaji hakim baru diangkat sudah 6 juta, tunjangan hakim tingkat Pertama sudah besar 7 juta, hakim tinggi 12 juga, hakim agung 22 juga, jadi seorang hakim agung sudah berpenghasilan sekitar 40-55 juta, ia akan lebih konsentrasi.
6. Kontrol/pengawasan internal dan eksternal, dulu dari Komisi Yudisial (KY)

Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
• Langkah sosialisasi agar mengerti, memahami dan menyadari hukum yang berlaku yang akan diimplementasikan dalam kehidpannya.
• Penegakan hukum (law enforcement), pelangaran harus ditindak tegas tidak diskriminasi/pilih kasih.
• Teladan dari aparatur hukum, misalnya fakta integritas tidak akan memberi dan menerima dalam menangani perkara.
• Pengawasan yang ketat, baik dari pers, masyarakat maupun badn yang bertugas untuk itu.
• Penghargaan kepada masyarakat
Ketiga hal itu saling mengisi dan mempengaruhi, UU baik, aparatur jelek hasilnya akan jelek, UU jelek, aparatur korup, kesadaran rendah akan jelek hasilnya, aparatur baik masayarakat suka menyogok hasilnya juga jelek.






























ARAH POLITIK HUKUM PASCA PERUBAHAN UUD 1945

Amandemen UUD 1945
Setelah melalui perjuangan panjang yang melelahkan dengan pertempuran antara pandangan akademis-ilmiah dan realitas politik pada akhirnya, sejak tahun 1999 kita dapat melakukan perubahan (istilah populernya amandemen) atas UUD 1945. Kemajuan besar dalam sistem ketatanegaraan telah dapat dilihat dari hasil perubahan tersebut, terutama menguatnya format dan mekanisme checks and balances oleh lembaga yudisial dan pengaturan secara lebih rinci tentang perlindungan HAM. Bahwa pada saat ini ada kontroversi tentang UUD hasil amandemen itu biasa saja, bahkan dapat dilihat sebagai kemajuan baru dalam perpolitikan kita karena berarti kita sudah lebih demokratis. Pada saat ini kalau mau menilai bahkan mempersoalkan UUD yang sedang berlaku dapat dengan mudah disuarakan sehingga kita dapat melihat pada saat ini ada tiga arus penilaian dan sikap atas UUD hasil amandemen, yakni :
1. kelompok yang menilai perlu perubahan lanjutan agar UUD menjadi lebih bagus.
2. kelompok yang menilai bahwa UUD hasil amandemensudah kebablasan, tidak sah dan karenanya harus dikembalikan ke UUD 1945 yang asli
3. kelompok yang menilai bahwa hasil amandemen sekarang sudah maksimal mengakomodasi semua kepentingan sehingga paling tidak untuk sementara tak perlu diamandemen lagiagar tidak terjadi kegoncangan politik baru.

Kaidah penuntun dan politik hukum
Dalam pengertian sederhana hukum ditempatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara sehingga pembuatan hukum baru atau pencabutan hukum lama oleh negara harus dihitung sebagai langkah untuk mencapai tujuan negara. Meski dalam pengertian tersebut hukum dikatakan sebagai alat tetapi didalamnya terletak hakikat supremasi hukum (atau disebut juga hukum yang tertinggi). Akan tetapi bangsa dan negara Indonesia telah menetapkan secara final Pancasila sebagai dasar negara sehingga semua hukum haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kaitan dengan politik hukum maka sistem hukum Pancasila memasang rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun dalam politik hukum nasional. Rambu-rambu tersebut diperkuat dengan adanya empat kaidah penuntun hukum yang harus dipedomi sebagai kaidah dalam politik atau pembangunan hukum yakni :
1. Hukum nasional harus dapat menjaga integrasi (keutuhan kesatuan) baik ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, harus dicegah munculnya produk hukum yang berpotensi memecah belah keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
2. Hukum nasional harus dibangun secara demokratis dan nomokratis dalam arti harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel, harus dicegah munculnya produk hukum yang diproses secara licik, kucing-kucingan dan transaksi ditempat gelap.
3. Hukum nasional harus mampu menciptakan keadilan sosial dalam arti harus mampu memberi proteksi khusus terhadap golongan yang lemah dalam berhadapan dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.Tanpa proteksi khusus dari hukum golongan yang lemah pasti akan selalu kala jika dilepaskan bersaing atau bertarung secara bebas dengan golongan yang kuat.
4. Hukum harus mnjamin tolerani beragama yang berkeadaban antar pemeluk-pemeluknya. Tidak boleh ada pengistimewaan perlakuan terhadap agama hanya karena didasarkan pada besar dan kecilnya jumlah pemeluk. Negara boleh mengatur kehidupan beragama sebatas pada menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik serta memfasilitasi agar setiap orang dapat melaksanakan ajaran agamanyadengan bebas tanpa mengganggu atau diganggu oleh orang lain. Hukum agama tidak perlu diberlakukan oleh negara sebab pelaksanaan ajaran agama diserahkan kepada masing-masing pemelknya, tetapi negara dapat mefasilitasi dan mengatur pelaksanaannya bagi pemeluk masin-masing yang mau melaksanakan dengan kesadaran sendiri guna menjamin kebebasan dan menjaga ketertiban dalam pelakanaan tersebut.



Politik hukum di dalam UUD
UUD yang berlaku secara sah dan resmi adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil empat kali amandemenyang dilakukan oleh MPR terlepas dari kontroversi yang kemudian menyusulnya.
Beberapa politik hukum yang terkandung di dalam UUD 1945 hasil amandemen diantaranya :
1. Konsepsi negara hukum
2. MPR bukan lembaga tertinggi negara
3. Otonomi Daerah
4. Tap MPR bukan hukum
5. Pemilihan Presiden langsung
6. Hak sosial ekonomi
7. Kekuasaan kehakiman
8. Politik hukum perundang-undangan

Konstitusi dalam arti luas mencakup yang tertulis dan tidak tertulis, sedangkan konstitusi tertulis mencakup yang tertulis dalam dokumen khusus yakni UUD dan tertulis dalam dokumen tersebar yakni semua peraturan dibawah UUD dalam bidang organisasi negara. Keseluruhan gabungan antara dokumen khusus (UUD) dan dokumen tersebar (Peraturan-peraturan dibawah UUD) disebut peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersusun secara hirarkhi dan mempunyai proporsi materi muatan tertentu yang bersifat ketat menentukan derajat masing-masing peraturan perundang-undangan dan isi dari setiap peraturan perundang-undangan yang secara hirarkhi ada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang secara hirarkhi ada diatasnya. Apabila ada yang bertentangan maka peraturan perundang-undangan tersebut dapat digugat atau dimintakan pengujian kepada lembaga yudisial melalui judicial review.
Idealnya pengujian materi oleh lembaga yudikatif (judicial review) untuk semua tingkatan hirarkhi dilakukan oleh satu lembaga saja agar lebih terjamin konsistensi pemikiran dan isi dari semua peraturan perundang-undangan tersebut. Idealnya MA menangani konflik orang / lembaga pada semua tingkatan sedangkan MK menangani konflik peraturan dalam semua tingkatan. Dengan kata lain MK menangani konflik pengaturan abstraknya sedangkan MA menangani kasus konkritnya. Namun UUD 1945 hasil amandemen menyebar kompetensi tersebut secara silang sehingga MK dan MA sama-sama manangani dan mempunyai kompetensi atas konflik peraturan dan konflik orang/ lembaga meski dalam batas-batas yang sudah jelas. UUD 1945 memuat kompetensi silang antara MA dan MK itu dimuat dalam Pasa 7B dan Pasal 24 yaitu :
A. Wewenang Mahkamah Konstitusi
1. Menguji UU terhadap UUD (konflik peraturan, Pasal 24C ayat(1)).
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD (konflik lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
3. Memutus pembubaran partai poltik (konflik orang/lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (konflik orang/lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
5. Memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD (konflik lembaga/orang, Pasal 24C ayat(2) dan Pasal 7B ayat(1)).
6. Memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (konflik lembaga/orang, Pasal 7B ayat(1)).
B. Wewenang Mahkamah Agung
1. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang diatasnya (konflik peraturan, Pasal 24A ayat(1)).
2. Memutus perkara-perkara konvensional pada tingkat kasasi yang dibagi atas empat lingkungan peradilan yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara (konflik antar orang/lembaga, Pasal 24 ayat(2)).

Program Legislasi Nasional
Politik hukum pasca amandemen UUD 1945 juga mengenal Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda) sebagaimana diatur dalam UU No.10 tahun 2004. Prolegnas merupakan arah pembentukan perundang-undangan negara dalam priode tertentu (satu tahunan atau lima tahunan). Prolegnas tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Dengan demikian prolegnas merupakan potret dari isi atau substansi hukum nasional unruk mencapai tujuan negara hukum.
Setiap undang-undang yang dibuat haruslah masuk dalam prolegnas, jika ada undang-undang dibuat tanpa melalui prolegnas berarti terjadi pelanggaran prosedur yang dapat dimintakan pengujian formal ke Mahkamah Konstitusi. Disamping pengujian materil dapat dilakukan pengujian formal. Jika pengujian formal, maka seluruh undang-undang dapat dibatalkan. Sedangkan jika pengujian materil hanya bagian tertentu saja dari undang-undang yang dibatalkan.
Bagaimana jika ada kebutuhan untuk membuat undang-undang yang tidak tercantum dalam Prolegnas. Hal itu dapat dilakukan dengan menyisip RUU tersebut dalam prolegnas berdasarkan kesepakatan DPR dengan Pemerintah.








BAHAN POLITIK HUKUM
Posted: 27 Desember 2009 in akademik, Hukum, politik
Kaitkata:
politik hukum
2
A. Pengertian Politik Hukum
1. Moh. Mahfud MD.
Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
ü Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
ü Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada , termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland
2. Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum
dan penerapannya.
3. L. J. Van Apeldorn
Politik hukum sebagai politik perundang – undangan .
Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang – undangan . ( pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.
4. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Politik Hukum sebagai kegiatan – kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai.
5. Satjipto Rahardjo
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas :
1. Dogmatika Hukum
2. Sejarah Hukum
3. Perbandingan Hukum
4. Politik Hukum
5. IlmU Hukum Umum
Sedangkan keseluruhan hal di atas diterjemahkan oleh Soeharjo sebagai berikut :
1. Dogmatika Hukum
Memberikan penjelasan mengenai isi ( in houd ) hukum , makna ketentuan – ketentuan hukum , dan menyusunnya sesuai dengan asas – asas dalam suatu sistem hukum.
2. Sejarah Hukum
Mempelajari susunan hukum yang lama yang mempunyai pengaruh dan peranan terhadap pembentukan hukum sekarang. Sejarah Hukum mempunyai arti penting apabila kita ingin memperoleh pemahaman yang baik tentang hukum yang berlaku sekarang .
3. Ilmu Perbandingan Hukum
Mengadkan perbandingan hukum yang berlaku diberbagai negara , meneliti kesamaan, dan perbedaanya.
4. Politik Hukum
Politik Hukum bertugas untuk meneliti perubahan – perubahan mana yang perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar memenuhi kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan masyarakat.
5. Ilmu Hukum Umum
Tidak mempelajari suatu tertib hukum tertentu , tetapi melihat hukum itu sebagai suatu hal sendiri, lepas dari kekhususan yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Ilmu Hukum umum berusaha untuk menentukan dasar- dasar pengertian perihal hukum , kewajiban hukum , person atau orang yang mampu bertindak dalam hukum, objek hukum dan hubungan hukum. Tanpa pengertian dasar ini tidak mungkin ada hukum dan ilmu hukum.
Hukum yang berlaku sekarang , yang berlaku diwaktu yang lalu, maupun yang seharusnya berlaku diwaktu yang akan datang.
Yang dipakai untuk mendekati / mempelajari objek politik hukum adalah praktis ilmiah bukan teoritis ilmiah.
Penggolongan lap Hukum yang klasik/tradisional dianut dalam tata hukum di Eropa dan tata hukum Hindia Belanda :
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Tata usaha
3. Hukum Perdata
4. Hukum Dagang
5. Hukum Pidana
6. Hukum Acara
v Lapangan Hukum Baru :
1. Hukum Perburuhan
2. Hukum Agraria
3. Hukum Ekonoimi
4. Hukum Fiskal
Pembagian Hukum secara tradisional antara lain : Hukum Nasional terbagi mejadi 6 bagian diantaranya :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum adminitrasi Negara
c. Hukum Perdata
d. Hukum Pidana
e. Hukum Acara Perdata
f. Hukum Acara Pidana
Hukum Nasional tradisional Mengandung “ Ide ”, “ asas ”, “ nilai “, sumber hukum ketika semua itu dijadikan satu maka disebut kegiatan POLITIK HUKUM NASIONAL.
.
I. RUANG GERAK POLITIK HUKUM SUATU NEGARA
Adanya Politik Hukum menunjukkan eksistensi hukum negara tertentu , bergitu pula sebaliknya, eksistensi hukum menunjukkan eksistensi Politik Hukum dari negara tertentu.
II. POLTIK HUKUM KEKUASAAN DAN WARGA MASYARAKAT
Politik Hukum mengejawantahkan dalam nuansa kehidupan bersama para warga masyarakat . Di lain pihak Politik Hukum juga erat bahkan hampir menyatu dengan penggunaan kekuasaaan didalam kenyataan. Untuk mengatur negara , bangsa dan rakyat. Politik Hukum terwujud dalm seluruh jenis peraturan perundang – undangan negara.
III. LEMBAGA – LEMBAGA YANG BERWENANG
Montesquieu mengutarakan TRIAS POLITICA tentang kkuasaan negara yang terdiri atas 3 ( tiga ) pusat kekuasaan dalam lembaga negara, antara lain :
a) Eksekutif
b) Legislatif
c) Yudikatif
Yang berfungsi sebagai centra – centra kekuasaaan negara yang masing – masing harus dipisahkan. Dalam kaitanya dengan Poliik Hukum yang tidak lain tidak bukan adalah penyusunan tertib hukum negara . Maka ketiga lembaga tersebut yang berwenang melakukannya.
REGIONALISME
Berasal dari kata “ Region” yang berarti “ daerah bagian dari suatu wilayah tertentu “. Dewasa ini regionalisme diartikan bagian dari dunia , yang meliputi beberapa negara yang berdekatan letaknya , yang mempunyai kepentingan bersama. Dengan kata lain Regionalisme adalah Suatu kerjasama secara kontinue antara negara – negara di dunia. Pada dasarnya Regionalisme sudah ada sejak dahulu kala seperti Regionalisme antara negara – negara SKANDINAVIA yang terdiri dari Swedia, Norwegia , dan Denmark. Begitu pula dengan BENELUX yang terdiri dari Belgia , Nederland dan Luxsemburg. Mereka bekerjasam dalam satu ikatan , namun perlu diketahui bahwa contoh – contoh diatas kurang mempunyai pengaruh terhadap Politik Hukum dunia. Keduanya tidak dianggap terlalu penting , lain halnya dengan NATO yang terdiri dari batasan negara Eropa Barat masih ditambah lagi dengan Turki dan Canada. Mereka punya pengaruh besar terhadap Politik Hukum negara – negara didunia dibandingkan dengan BENELUX.
TATA TERTIB DUNIA
Ada pemahaman yang baru mengenai ruang gerak bahwa Politik Hukum itu sendiri itu dinamis. Bersama dengan laju perkembangan jaman , maka ruang gerak Politik Hukum tidak hanya sebatas negara sendiri saja melainkan meluas sampai keluar batas negara hingga ke tingkat Internasional.
Menrut pendapatnya Sunaryati Hartono , Politik Hukum tidak terlepas dari realita sosial dan tradisional yang terdapat di negara kita dan di lain pihk. Sebagai salah satu anggota masyarakat dunia ,maka Politik Hukum Indonesia tidak terlepas pula dari Realita dan politik Hukum Internasional.
Kalau kita kaji antara POLITIK HUKUM dan ASAS-ASAS HUKUM maka akan terlihat konsep sebagai berikut :
• Politik Hukum di negara manapun juga termasuk di Indonesia tidak bisa lepas dari asas Hukum.
• diantara asas”itu terhadap asas yang dijadikan sumber tertib hukum bagi suatu negara.
• Asas hukum yang dijadikan sumber tertib Huykum/dasar Negara di sebut : GRUND NORM
• Di Indonesia yang dijadikan dasar negara adalah PANCASILA
• Asas hukum yang dijadikan dasar negara ini merupakan hasil proses pemikiran yang digali dari pengalaman Bangsa Indonesia sendiri; bukan diambil dari hasil perenungan belaka; bukan hal yang sekonyongkonyong masuk kedalam pemikiran masyarakat Indonesia tetapi :
1. ada yang bersifat Nasional
2. ada yang lebih khusus lagi seperti : kehidupan agama,suku,profesi, dll.
3. ada yang merupakan hasil pengaruh dari sejarah dan lingkungan masyarakat dunia.
B. KERANGKA LANDASAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Negara RI lahir dan berdiri tanggal 17 Agustus 1945,proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Ir. Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut merupakan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional ( Tatanan Hukum Nasional ).
C. MUNCULNYA POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Muncul pada tanggal 17 Agustus 1945 ,yaitu saat dikumandangkannya Proklamasi, bukan tanggal 18 Agustus 1945 saat mulai berlakunya konstitusi / hukum dasar negara RI.
D. SIFAT POLITIK HUKUM
Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari
a. Politik Hukum yang bersifat tetap ( permanen )
Berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakkan hukum.
Bagi bangsa Indonesia , Politik Hukum tetap antara lain :
i. Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem Hukum Nasional.
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik hukum yang berlaku adalah politik hukum nasional , artinya telah terjadi unifikasi hukum ( berlakunya satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia ). Sistem Hukum nasional tersebut terdiri dari:
1. Hukum Islam ( yang dimasukkan adalah asas – asasnya)
2. Hukum Adat ( yang dimasukkan adalah asas – asasnya )
3. Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematikanya)
ii. Sistem hukum nasional yang dibangun berdasrkan Pancasila dan UUD 1945.
iii. Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara tertentu berdasarkan pada suku , ras , dan agama. Kalaupun ada perbedaan , semata – mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka keasatuan dan persatuan bangsa.
iv. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum , sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum .
v. Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
vi. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
vii. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum ( keadilan sosial bagi seluruh rakyat ) terwujudnya masyarakat yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan hukum dan konstitusi.
2. Politik Hukum yang bersifat temporer.
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan .
E. CARA YANG DIGUNAKAN
Di Indonesia cara – cara yang digunakan untuk membentuk politik hukumnya tidak sama dengan cara – cara yang digunakan oleh:
• Negara Kapitalis
• Negara Komunis
• Negara yang fanatik religius
Tetapi menghindari perbedaan – perbedaan yang mencolok dan cara – cara yang ekstrim untuk mencapai keadilan dan kemakmuran , menolak cara – cara yang dianggap tepat oleh paham:
• Negara Kapitalis Menganggap bahwa manusia perorangan yang individualis adalah yang paling penting.
• Negara Komunis Menganggap bahwa masyarakat yang terpenting diatas segalanya
• Negara yang fanatik religius Merupakan realita bahwa manusia hidup di dunia ini harus bergulat untuk mempertahankan hidupnya ( survive ) , maka Politik Hukum kita pasti tidak akan menggunakan cara – cara kapitalis, komunis, dan fanatik religius.
F. SISTEM HUKUM NASIONAL
Hukum nasional suatu negara merupakan gambaran dasar mengenai tatanan hukum nasional yang dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan. Bagi Indonesia , tatanan hukum nasional yang sesuai dengan masyarakat Indonesia adalah yang berdasarkan Pancasila dengan pokok – pokoknya sebagai berikut :
1. Sumber dasar Hukum Nasional
Adalah kesadaran atau perasaan hukum masyarakat yang menentukan isi suatu kaedah hukum. Dengan demikian sumber dasar tatanan hukum Indonesia adalah perasaan hukum masyarakat Indonesia yang terjelma dalam pandangan hidup Pancasila. Oleh karena itu dalam kerangka sistem hukum Indonesia , Pancasila menjadi sumber hukum ( Tap MPRS No. XX/ MPRS / 1966 ).
2. Cita – cita hukum nasional
Dalam penjelasan UUD 1945 , dinyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 memuat pokok – pokok pikiran sebagai berikut :
1) Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat , berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
4) Negara berdasar atas KeTuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Politik Hukum Nasional
Politik hukum yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan erat dengan wawasan nasional bidang hukum yakni cara pandang bangsa Indonesia mengenai kebijaksanaan politik yang harus ditempuh dalam rangka pembinaan hukum di Indonesia. Adapun arah kebijaksanaan politik dibidang hukum ditetapkan dalam GBHN.
Dalam TAP MPR dibawah ini terdapat politik hukum Indonesia yang menyangkut GBHN, antara lain:
a. TAP MPR No. 66 / MPRS / 1960
b. TAP MPR No. IV / MPR / 1973
c. TAP MPR No. IV / MPR / 1978
d. TAP MPR No. II / MPR / 1983
e. TAP MPR No. II / MPR / 1988
f. TAP MPR No. II / MPR / 1993
g. TAP MPR No. X / MPR / 1998
Tentang Pokok – pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara “.
h. TAP MPR No. VIII / MPR / 1998
Mencabut TAP MPR No. II / MPR/ 1998
i. TAP MPR No. X / MPR / 1998, tentang GBHN
j. Tap mpr No. IV / MPR / 1999 tentang GBHN 1999 sampai dengan 2004.
POLITIK HUKUM SEBAGAI ILMU
a.1. Batasan / Definisi Politik Hukum
Sesungguhnya ada banyak definisi yang diberikan oleh para ahli. Pada definisi-definisi yang diberfikan tersebut ternyata ada perbedaann batasan tentangf politik hukum.
Politik Hukum Perundang-undangan :
1. Tertulis adalah Undang-undang yang bersifat Permanen.
2. Tidak tertulis adalah Kebijakan Publik (bisa berubah “setiap saat sesuai dengan kebutuhan dan keadaan”)
Sehingga keadaan dan kebutuhan yang berubah-ubah inilah yang menyebabkan pembicaraan Politik Hukum menjadi sangat kompleks, sebab antara kebutuhan dan keadaan suatu negara dengan negara lain bisa berbeda, waktu lalu bisa berbeda dengan waktu sekarang.
a.2. Ruang Lingkup Politik Hukum
Ruang Lingkup artinya situasi/tempat/faktor “lain yang berada di sekitar Politik Hukum yang berlaku sekarang, Hukum yang suidah berlaku dan Hukum yang akan berlaku.
a.3. Obyek Politik Hukum
Obyek yang dipelajari dalam Politik Hukum adalah Hukum-hukum yang bagaimana itu bisa berbeda-beda atau Hukum ini dihubung atau dilawankan dengan Politik.
a.4. Ilmu Bantu Politik Hukum
Yang dimaksud Ilmu bantu disini adalah Ilmu yang dipakai dalam mendekati/mempelajari Politik Hukum baik berupa konsep, “teori” dan penelitian. Sosiologi hukum dan Sejarah Hukum dalam hal ini sangat membantu dalam mempelajari Politik Hukum.
a.5. Metode Pendekatan Politik hukum
Metode adalah cara dalam mempelajari Politik Hukum Empirik adalah kenyataan (secara praktis untuk mendekati Politik Hukum adalah dengan melihat Konstitusi Negara)
POLITIK HUKUM LAMA
Politik Hukum Lama, di jalankan pada masa pemerintahan Hindia, Belanda, diawali sejak kedatangan atau zaman pemerintahan Hindia Belanda yang menerapkan asas Konkosedansi yaitu: menerapakn hubungan yang berlaku di Belanda berlaku juga di Hindia Belanda.
Di Hindia Belanda selain berlaku hukum adat dan Hukum Islam.
Sejak pendudukan penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia merdeka tidak ada asvikasi hukum. Kalau menang Belanda berupaya untuk melakukan asifikasi (memberlakukan satu hukum untuk seluruh Rakyat di seluruh wilayah negara) tidak berhasil jug.
Asas Konkordansi
Yaitu pemberlakuan hukum Belanda disebuah wilayah Hindia Belanda.
Unifikasi Hukum adalah berlakunya suatu hukum di suatu wilayah negara untuk seluruh paalnya.
Kenapa hukum Islam masih berlaku ? karena sebagian besar pelakunya adalah beragama Islam.
Tetapi masuk terdapat orang-orang Indonesia yang tidak bulat “membela pemikiran barat”. A.c. Hamengku Buwono IX yang tetap mempertahankan Budaya Timur dengan menyatakan: jiwa barat dan timur dapat dilakukan dan bekerja sama secara ekonomomis tanpa harus kehilangan kepadiannya masing-masing. Selama tidak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam mator yang kay7a dalam tradisi.
Pandangan politik hukum penjajah Belanda di Hiondia Belanda;
1. secara keseluruhan politik hukum Belanda sama isinya dengan politik hwed untuk tanah atau aja hanya di Hindia Belanda.
2. panangan politik Hukum Belanda sama dengan politik umum dan politik hukum dari hampir smua orang Eropa dan orang negara baratt trhadap daerah timur yang mereka jajah.
3. umumnya daerah yang dapat mereka kuasai; Daerah di Afrika dan Asia.
4. dikatakan oleh mereka, kebudayaan barat, tinggi, baik, mul;ia,sedangkan kebudayaan timur rendah terbelakang, primitif, sangat bergantung pada alam.
5. orang yang berpegang pada kebudayaan barat maju sedangkan yang berpegang pada timur ketinggalan zaman.
6. pendidikan mereka memandang pendidikan asli rendah, pendidikan Islam rendah dapat dilihat pada daerah jajahan Inggris, perancis, Belanda.
7. Usaha penjajah Belanda memaksakan sistem kebudayaan ke Hindia Belanda berhasil sehingga pemikiran sebagian bangsa Indonesia berpihak pada penjajah Belanda atau Barat.
8. Jadi terjadi dikotomi timur dan Barat.
UNIFIKASI JAMAN PENJAJAHAN DI HINDIA BELANDA
Terlihat adanya usaha unifikasi melalui tahap tersebut pada masa penjajahan di Hindia Belanda antara lain; dalam bidang hukum dagang dan lalu lintas ekonomi, dengan tujuan utamanya adalah keinginan pemberlakuan hukum Belanda bagi seluruh orang di Hindia Belanda caranya ialah:
1. memulai memberlakukan peraturan-peraturan yang disusun oleh pemerintah Belanda itu untuk orang Belanda dan Eropa sendiri.
2. Kemudian memberlakukan Hukum Belanda pada orang yang menunjukkan dii dengan sukarela kepada hukum Belanda.
3. selanjutnya baru memberlakukan Hukum Belanda untuk orang yang dipersamakan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan orang-orang Belanda.
UNIFIKASI MASA INDONESIA MERDEKA
1. dizaman Indonesia merdeka maka tahap tertentu seperti diatas tak diperlukan memberlakukan suatu hukum gak tetap untuk yang lain atau menundukkan diri kepada kepada hukum tertentu tidak diperlukan lagi dalam hukum pemerintahan hukum di Indonesia merdeka, teutama dalam tindak hukum lalu lintas ekonomi dan keuangan baik untuk semua bangsa Indonesia sediri apalagi dalam hubungan dengan bangsa lain.
2. Khusus untuk sesama bangsa Indonesia terhadap kemungkinan memberlakukan pertahanan hukum bagi kekhususan orang Indonesia.
Menyangkut bidang yang disebut untuk dewa sesuai dengan bidang yang netral, tidak sulit mengunifikasikannya misal; KUHAP, tidak sulit dalam hak ;
1. Perasaan dan pemikiran anggota masyarakat untuk menyatukan peraturan-peraturannya.
2. sedangkan mengenai isinya tetap menghadapi kesulitan yang tak terhingga, misal bidang perdagangan dalam perdata yang berhubungan dengan perjanjian, bidang ini sudut isinya tetap tidak sangat sulit perasaan anggota masyarakat untuk menyatukannya.
3. mungkin di mintakan masukan yang diperlukan oleh pihak yang merasa bersangkutan dengan masalahnya, hal yang diangkat tersulit dalam dalam bidang hukum yang berhubungan dengan rasa kepercayaan keagamaan. Misalnya; bidang kekeluargaan, namun untuk bidang ini ini telah di rumus dengan suatu idang hukum yang berat.
KODIFIKASI
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu ;
1. Kodifikasi terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan – tambahan diluar induk kondifikasi. Pertama atau semula maksudnya induk permasalahannya sejauh yang dapat dimasukkan ke dalam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis,tetapi diluar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan di luar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan – permasalahan dalam kumpulan peraturan pertama tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukum itu sendiri sistem ini mempunyai kebaikan ialah;
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan “.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Cacatan;
Dulu kodifikasi tertutup masih bisa dilaksanakan bahkan tentang bidang suatu hukum lengkap dan perkasanya perubahan kehendak masyarakat mengenai suatu bidang hukum agak lambat. Sekarang nyatanya kepeningan hukum mendesak agar dimana-mana yang dilakukan adalah Kodifikasi Terbuka.
Isinya;
1. Politik hukum lama
2. Unifikasi di zaman Hindia Belanda (Indonesia) gagal
3. Penduduk terpecah menjadi;
a. penduduk bangsa Eropa
b. Penduduk bangsa Timur Asing
c. Pendudk bangsa pribadi (Indonesia)
4. pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula.
5. Pendidikan bangsa indonesia:
a. Hasil Pendidikan Barat.
b. Hasil Pendidikan Timur
POLITIK HUKUM BARU
Politik hukum baru di Indonesia muali pada tanggal 17 Agustus 1945 (versi Indonesia). Kemerdekaan Indonesia Belanda adalah; 19 desember 1949 yaitu sewaktu adanya KMB di Denhaag (Belanda).
Apa syarat untuk membuat atau membentuk Politik Hukum sendiri bagi suatu negara;
1. Negara tersebut negara Merdeka.
2. Negara tersebut yang mempunyai Kedaulatan keluar dan kedalam
• Kedaulatan keluar ; Negara lain mengakui bahwa Negara kita merdeka.
• Kedaulatan kedalam; Kedaulatan Negara diakui oleh seluruh Warga Negara.
3. Ada keinginann untuk membuat hukum yang tujuannya untuk mensejahterakan Masyarakat.
Sumber-sumber hukum bagi Politik antaralain ;
1. Konstitusi
2. Kebajiakan (tertulis atau undang-undang)
3. Kebijakan tidak tertulis atau tidak.
Antara lain :
1. UUD 1945 ~ suppel tapi
2. Perbidang atau perlapangan hokum
- perdata,pidana, dagang,tata usaha negara, tata negara.
@ Persektor
- ex : di sektor ekonomi, ketenaga kerjaan, Accantung, management, sosial politik, politik bisnis.
3. Kebijakan tidak tertulis dengan hukum adatnya.
Adat kita menyatu dengan sumber politik Hukum:
Contoh : 1. Hukum perkawinan, UU No. 1 1974 tetapi masih menyelenggarakan pertunangan. 2. Adanya pelarangan menikah antara 2 Agama yang berbeda.
Apa bahan baku dari politik Hukum (Indonesia hukum nasional yang baru)
1. Hukum Islam
2. hukum Adat
3. Hukum Barat
Ada :
1. cara rakyat Indonesia sebagian besar beragama Islam.
2. peraturan di Indonesia mengadopsi Asas “hukum Islam Bukti: UU No. 1. 1974 ~ asas monogami.
3. karena hukum aslinya rakyat Indonesia adalah Adat Indonesia.
4. hukum rakyat yang diambil oleh hukum Indonesia adalah sistemnya yang baik.
Pihak yang tersebut dalam pembentukan Politik Hukum :
1. Negara ~ pemerintah
Parpol ~ partai.
Para Pakar ~ ahli hukum dengan tulisan dan doktren dan pendapat.
Warga Negara ~ Kesadaran Hukumnya ~ bila warga negara kesadraan hukum tinggi maka politik hukumnya tinggi begitu sebaliknya.
Bagi Indonesia politik Hukum dicantumkan dalam :
1. Konsitusi = garis besar politik Hukum.
2. UU = ketentuan Incroteto = ketentuan yang berlaku.
3. Kebijaksanaan yang lain = pelengkap untuk pemersatu.
4. Adat = Berupa Nilai.
5. GBHN = Berupa Program
6. Hukum Islam , yang diambil adalah nilainya.
Sedangkan dari sisi produk Perundang-undangan. Terjadi perubahan Politik Hukum, yakni: dengan dikeluarkannya beberapa UU yang semula belum ada, yakni :
1. UU No 14 tahun 1970 Tentang ketentuan kekeuasaan kehakiman.
2. UU No 5 Tahun 1960 Tentang ketentuan pokok Agraria.
3. UU lingkungan Hiduop.
4. UU Perburuhan.
5. UU Perbankan, Dsb.
Kemudian Prof. HAZAIRIN berpendapat bahwa :
• diPakainya Hukum Adsat sebagai sumber Hukum Nasional telah disebakan Hukum Adat sudah Eksis dalam budaya dan perasaan Bangsa Indonesia.
• Di pakainya Hukum Islam sebagai sumber Hukum Nasional karena mayoritas Penduduk Indonesia beragama Islam ~ Iman.
• Terhadap Hukum Adat dan Hukum Islam tersebut hanya diambil asas-asasnya saja.
• Hukum Barat dijadikan sumber Hukum Nasional juga berkaitan dengan urusan-urusan Internasional atau berkaitan dengan Hukum atau perdagangan Internasional.
Tahun 1979, PURNADI dan SURYONO SUKAMTO menyatakan : Hukum Negara (Tata Negara) adalah Struktur dan proses perangkaat kaedah-kaedah Hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bwerbentuk tertulis.
Tahun 1986, JOHN BALL menyatakan : Persoalan Hukum di Indonesia adalah persoalan dalam rangka mewujudkan Hukum Nasional di Indonesia, yaitu persoalan yang terutama bertumpu pada realita alam Indonesia.
Tahun 1966, UTRECHT membuat buku dengan judul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”.
Tahun 1977, AHMAD SANUSI menyatakan PTHI hendaknya dipahami sebagai penguraian Deskritif-Analistis yang tekanannya lebih dikhususkan bagi Ilmu Hukum Indonesia, menjelaskan sifat-sifat spesifik dari Hukum Indonesia dengan memeberikan contoh-contohnya sendiri.
b.Persoalan Hukum di Indonesia dan Negara-negara baru lainnya tidak hanya sekedar penciptaan Hukum baru yang dapat ditujukan pada hubungan Perdata dan Publik dengan karekteristiknya yang telah cukup diketahui.
c. Harus diusahakan pendobrakan cara berpikir Hukum kolonial dan penggantinya dengan cara berpikir yang didorong oleh kebutuhan menumbuhkan Hukum setempat bagi Negara yang telah merdeka.
Tahun 1978 , DANIEL S. LEV menlis aspek Politiknya dengan menyatakan dan kedudukan Hukum di Negara republik indonesia sebaian besar merupakn perjuangan yang hanya dapat dimengerti secara lebih baik dengan memahami Sosial Poltik daripada kultural.
a. Hukum Indonesia harus memberi tempat kepada Rasa Hukum, Pengertian Hukum,Paham Hukum yang khas (Indonesia).
b. Hendaknya ada pelajaran Hukum indonesia.
Tahun 1952, DORMEIER membuka wacana dengan cara :
a. menulis buku “Pengantar Ilmu Hukum” (buku PIH karangannya ini adalah buku PIH pertama dalam Bahasa Indonesia).
b. Menukis bentuk-bentuk khusus Hukum yang berlaku di Indonesia.
Tahun 1955, LEMAIRE Deskripsi Hukum Indonesia.
Tahun 1965, DANIEL S.LEV. menyatakan Transformasi yang sesungguhnya terhadap ;
a. hukum masa Kolonial, terutama tergantung dari pembentukan Ide-ide baru, yang akan mendorong ke arah bentuk Hukum yang sama sekali berbeda dengan Hukum Kolonial.
b. Sejak sebelum kemerdekaan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia sudah banyak usulan agar Negara Republik indonesia memiliki Hukum Politik dsendiri, bukan Politik Hukum yang sama dengan Politik Hukum Belanda. Usulan-usulan tersebut.
Tahun 1929, KLEINTJES menulis dalam sebuah buku, yang isinya :
a. pokok-pokok Hukun Tentang Negara dan Hukum Antar Negara yang berlaku di Hindia Belanda.
b. Beberapa aspek pranata Hukum yang dijumpai di Hindia Belanda.
Tahun 1932, VAN VOLLEN HOVEN dalam pidatonya yang brjudul “Romantika Dalam Hukum indonesia” menyatakan :
a. Hukum Indonesia harusnya menuju “Hukum Yang Mandiri” dan jangan hanya menjadi tambahan saja bagi Hukum Belanda di Hindia Belanda.
b. Ideaalnya, sejak Tahun 1945 Indonesia sudah memiliki Politik Hukumnya sendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi Bangsa indonesia.

Title: Bahan Kuliah : Politik Hukum; Written by Unknown; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar