Rabu, 10 Juli 2013

PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL


BAB II
PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur politik dan hukum sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan pengakuan oleh suatu negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai ikatan hukum. Pengakuan sebagai suatu istilah meliputi bermacam-macam situasi fakta yang minta diakui oleh negara-negara lain misalnya lahirnya negara baru, perubahan pemerintahan di luar kerangka konstitusional, perubahan wilayah terutama sebagai akibat penggunaan kekerasan pihak-pihak pada perang saudara dan lain-lain.
Dalam bab ini secara berturut-turut akan ditinjau lahirnya suatu Negara, pengakuan Negara, bentuk-bentuk pengakuan (belligerency) dan pengakuan terhadap gerakan pembebasan nasional.

A.                LAHIRNYA SUATU NEGARA
Pertanyaan yang timbul dari segi hukum ialah apakah lahirnya suatu negara merupakan peristiwa hukum atau peristiwa ekstra yuridik.
Opini Pertama
Opini ini dipelopori oleh tokoh-tokoh hukum internasional terkemuka seperti Jellinek, Cavaglieri, dan Strupp yang menyatakan bahwalahirnya suatu negara hanyalah merupakan suatu peristiwa fakta yang sama sekali lepas dari ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Opini Kedua
Opini pertama tersebut ditolak oleh kelompok Austria yang dipelopori oleh Kelsen dan Verdross yang menyatakan bahwa lahirnya suatu negara adalah suatu proses hukum yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Selanjutnya bila lahirnya suatu negara hanya merupakan peristiwa fakta, maka timbul akibat penting yaitu:
·         Tidak mungkin menolak lahirnya suatu negara dengan memakai alasan hukum.
·         Lahirnya suatu negara bebas dari pengakuan, dalam hal ini pengakuan tidak ikut campur dalam pembentukan negara.

1.      Teori Konstitutif
Menurut pendukung Teori Konstitutif ini di mata hukum internasional suatu negara baru lahir bila telah diakui oleh negara lain. Pengakuan mempunyai kekuatan konstitutif. Pendukung utama teori ini adalah Prof. Lauterpacht. Jelaslah bahwa bagi pengikut teori konstitutif ini negara itu secara hukum baru ada bila telah mendapat pengakuan dari negara-negara lain.
2.      Teori Deklaratif
Menurut pendukung teori ini, pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara semata-mata merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini pengakuan hanyalah berupa penerimaan fakta tersebut. Mereka menegaskan bahwa suatu negara begitu lahir langsung menjadianggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut. Dapatlah dikatakan bahwa kelahiran suatu negara adalah suatu peristiwa yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan hukum internasional, sedangkan pengakuan yang diberikan kepada negara yang baru lahir tersebut hanya bersifat politik, semacam pengukuhan terhadap statusnya sebagai anggota mayarakat internasional yang baru dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya sesuai dengan hukum internasional.

B.                 PENGAKUAN NEGARA
Pengakuan adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu negara lain sebagai subjek hukum internasional. Untuk mengakui suatu negara baru pada umumnya negara-negara memakai kriteria, antara lain sebagai berikut:
·         Keyakinan adanya stabilitas di negara tersebut
·         Dukungan umum dari penduduk
·         Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional.
Sebagai kebijaksanaan yang bersifat politik, pengakuan dapat mempunyai akibat sebagai berikut :
1)      Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan individual dan dalam hal ini negara-negara bebas untuk mengakui suatu negara tanpa harus memperhatikan sikap negara-negara lain.
2)      Pengakuan adalah suatu discretionary act yaitu suatu negara mengakui negara lain kalau dianggapnya perlu. Sebagai contoh:
·         Spanyol baru mengakui Peru setelah 75 tahun Negara tersebut memproklamasikan kemerdekaannya.
·         Belanda baru mengakui Belgia pada tahun 1838 setelah negara tersebut merdeka pada tahun 1831.
·         Amerika Serikat mengakui Israel hanya beberapa jam setelah Negara tersebut lahir tanggal 14 Mei 1948.
·         Amerika Serikat mengakui RRC setelah 30 tahun terbentuknya Negara tersebut.

C.                BENTUK-BENTUK PENGAKUAN
Atas dasar tiap-tiap kasus, pengakuan dapat dilakukan secara terang-terangan (eksplisit) ataupun diam-diam (implicit), secara individual ataupun kolektif.
1.                  Pengakuan Secara Terang-terangan dan Individual
Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau organ yang berwenang di bidang hubungan luar negeri. Cara yang digunakan ialah:
a.                  Nota Diplomatik, Suatu Pernyataan Atau Telegram
Pada umumnya, suatu negara mengakui negara lain secara individual yang hanya melibatkan negara itu saja. Pengakuan individual ini mempunyai arti diplomatik tersendiri bila diberikan oleh suatu negara kepada negara bekas jajahannya atau kepada negara yang sebelumnya bagian dari negara yang memberikan pengakuan. Sebagai contoh pernyataan Presiden Perancis tanggal 3 Juli 1962 yang mengakui kemerdekaan Aljazair. 
b.                  Suatu Perjanjian Internasional
·         Pengakuan Perancis terhadap Laos tanggal 19 Juli 1949 dan Kamboja 18 November 1949.
·         Pengakuan Jepang terhadap Korea tanggal 8 September 1951 melalui Pasal 12 Peace Treaty.
·         Pengakuan timbal-balik Italia-Vatikan melalui pasal 26 Treaty of Latran 14 februari 1929.
2.                  Pengakuan Secara Diam-Diam
Pengakuan implisit ini terjadi bila suatu negara mengadakan hubungan dengan pemerintahan atau negara baru dengan mengirimkan seorang wakil diplomatik, mengadakan pembicaraan dengan pejabat-pejabat resmi ataupun kepala negara setempat, membuat persetujuan dengan negara tersebut. Namun dalam semua keadaan ini harus adaindikasi yang nyata untuk mengakui pemerintahan atau negara yang baru. Contoh walaupun tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, Vatikan sering mengadakan hubungan dengan negara tersebut pada tingkat duta besar.
3.                  Pengakuan Secara Kolektif
Pengakuan secara kolektif ini diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau konfrensi multilateral. Pandangan yang menyamakan penerimaan dalam suatu organisasi internasional sebagai pengakuan ini ditentang oleh Prof. Quincy Wright yang berpendapat bahwa yang ada hanyalah pengakuan kolektif dari PBB tetapi bukanlah pengakuan individual dari masing-masing anggotanya.
4.                  Pengakuan Secara Prematur
Dalam pengakuan internasional terdapat pula contoh-contoh dimana suatu negara memberikan pengakuan kepada negara yang baru tanpa lengkapnya unsur-unsur konstitutif yang harus dimiliki oleh entitas yang baru tersebut untuk menjadi suatu negara. Dapatlah dikatakan bahwa pengakuan yang mendahului kelengkapan unsur-unsur konstitutif ini merupakan suatu kecenderungan yang memberikan dorongan kepada entitas yang baru untuk menjadi negara merdeka. Pengakuan secara prematur ini merupakan ilustrasi bahwa pengakuan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara atau pemerintahan yang baru lebih banyak bersifat politik dan diluar ketentuan hukum internasional.
D.                PENGAKUAN PEMERINTAHAN
Pengakuan pemerintahan ialah suatu pernyataan dari suatu negara bahwa negara tersebut telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya.
1.                  Perbedaan Antara Pengakuan Negara dan Pemerintahan
a)                  Pengakuan negara ialah pengakuan terhadap suatu entitas baru yang telah mempunyai semua unsur konstitutif negara dan yang telah menunjukan kemauaannya untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional.
b)                  Pengakuan negara ini mengakibatkan pula pengakuan terhadap pemerintah negara yang diakui dan berisikan kesediaan negara yang mengakui untuk mengadakan hubungan dengan pemerintah yang baru itu.
c)                  Pengakuan terhadap suatu negara sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali, sedangkan pengakuan terhadap suatu pemerintahan dapat dicabut setelah terbentuknya suatu pemerintahan baru.
2.                  Akibat Pengakuan Terhadap Pemerintahan Baru
Pengakuan terhadap suatu pemerintahan baru dapat berakibat sebagai berikut:
a)                  Pemerintahan yang diakui selanjutnya dapat mengadakan hubungan resmi dengan negara yang mengakuinya.
b)                  Pemerintah yang diakui, atas nama negaranya, dapat menuntut negara yang mengakui di peradilan-peradilan.
c)                  Pemerintahan yang mengakui dapat melibatkan tanggung jawab negara yang diakui untuk semua perbuatan internasionalnya.
d)                 Pemerintahan yang diakui berhak untuk memiliki harta benda pemerintahan sebelumnya di wilayah negara yang mengakui.
3.                  Terjadinya Suatu Pengakuan Pemerintahan
Pergantian suatu pemerintahan oleh pemerintah lain di dalam suatu negara adalah masalah dalam negeri tersebut. Pengambilan sikap negatif terhadap pemerintah yang baru tersebut merupakan campur tangan terhadap masalah intern suatu negara dan dapat dianggap sebagai kebijaksanaan yang tidak bersahabat.
Dalam sejarah diplomatik terdapat beberapa doktrin mengenai pengakuan pemerintah yaitu:
a)                  Doktrin Tobar
Dr. Tobar, Menteri Luar negeri Equador dalam suatu pernyataan tanggal 15 Maret 1907 meletakan prinsip bahwa suatu negara harus berusaha untuk tidak mengakui suatu pemerintahan asing bila pembentukan pemerintahan tersebut didasarkan atas kudeta militer atau pemberontakan.
Doktrin ini terdapat dalam dua instrumen yuridik yaitu:
(1)               Konvensi Washington antara 5 Republik Amerika Tengah ( Costa Rica, Guetemala, Honduras, Nicaragua, dan Salvador ) tahun 1907 untuk 10 tahun, tetapi tidak diperpanjang sesudah tahun 1917.
(2)               Konvensi Washington tanggal 7 Februari 1923 antara negara-negara yang sama untuk 10 tahun tetapi juga tidap diperbaharui.
b)         Doktrin Stimson
Doktrin Stimson adalah doktrin yang menolak diakuinya suatu keadaan yang lahir sebagai akibat penggunaan kekerasan atau pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian yang ada. Pelaksanaan doktrin ini mengalami kemacetan karena tidak diakuinya suatu keadaan tidak pernah menjadikan keadaan tersebut kembali seperti semula dan keadaan yang tidak diakui tersebut pada akhirnya juga diakui negara-negara beberapa waktu kemudian.
c) Doktrin Estrada
Estrada, Menteri Luar Negeri Mexico, tanggal 27 September 1930 menyatakan bahwa penolakan pengakuan adalah cara yang tidak baik karena bukan saja bertentangan dengan kedaulatan suatu negara tetapi juga merupakan campur tangan terhadap soal dalam negeri negara lain. Penolakan tersebut juga didasarkan teori bahwa diplomatic representation is to the state and not to the government.
Negara-negara berkembang pada umumnya juga tidak mau mencampuri perubahan-perubahan rezim atau pemerintahan yang terjadi di Negara-negara lain, apakah perubahan tersebut melalui prosedur konstitusional atau tidak. Betapa banyaknya perubahan pemerintah yang tidak melalui cara konstitusional di Afrika dan Amerika latin, namun begara-negara tidak menarik pengakuannya dan tidak menutup perwakilan diplomatiknya di Negara tersebut.
4.                  Pengakuan De Facto dan De Jure
Pengakuan de facto adalah pengakuan yang diberikankepada suatu pemerintahan yang belum lagi sah secara konstitusional. Pemerintah yang lahir melalui suatu revolusi misalnya masih dianggap sebagai pemerintah de facto walaupun kekuasaan pemerintah tersebut sudah efektif di seluruh wilayah nasional.
Pemerintahan yang diakui secara de jure adalah pemerintahan yang telah memenuhi tiga ciri sebagai berikut:
a)         Elektivitas       : kekuasaaan yang diakui di seluruh wilayah negara.
b)         Regularitas      : berasal dari pemilihan umum atau telah disahkan oleh konstitusi
c)         Eksklusivitas   : hanya pemerintah itu sendiri yang mempunyai kekuasaaan dan tak ada pemerintahan tandingan.
            Sebagai kesimpulan dari pengakuan Negara dan pemerintahan ini dapatlah dinyatakan bahwa pengakuan terhadap  suatu Negara juga berarti pengakuan terhadap pemerintahan Negara tersebut, karena pemerintah itu merupakan satu-satunya organ yang mempunyai wewenang untu bertindak atas nama Negara. Pengakuan Negara sekali diberikan akan tetap ada walaupun bentuk Negara mengalami perubahan dan meskipun pemerintahannya sering berganti. Revolusi-revolusi adalah persoalan intern suatu Negara dan hukum internasional hanya ikut campur apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian internasional atau pelanggaran dri hak-hak yang telah diperoleh Negara ketiga. Itu adalah prinsip kontinuitas suatu Negara. 
E.                 PENGAKUAN TERHADAP PEMBERONTAK ( BELLIGERENCY)
Bila di suatu Negara terjadi pemberontakan dan pemberontakan tersebut telah memecah belah kesatuan nasional dan efektivitas pemerintahan maka keadaan ini menempatkan Negara-negara ketiga dalam keadaan yang sulit terutama dalam melindungi berbagai kepentingannya di Negara tersebut.
Dalam keadaan ini lahirlah sistem pengakuan belligerency. Contoh yang paling dikenal adalah pengakuan belligerency yang diberikan kepada orang-orang selatan di Amerika Serikat pada waktu perang saudara oleh Perancis dan Inggris serta Negara-negara Eropa lainnya.
Pengertian Pengakuan Belligerency
Pengakuan Belligerency berarti:
1.      Memberikan kepada pihak yang memberontak hak-hak dan kewajiban suatu Negara merdeka selama berlangsungnya peperangan.
2.      Ini berarti:
a.       Angkatan perangnya adalah kesatuan yang sah sesuai dengan hukum perang dan bukan para pembajak.
b.      Peperangan antara pihak harus sesuai dengan hukum perang.
c.       Kapal-kapal perangnya adalah kapal-kapal yang sah dan bukan bajak laut.
d.      Blokade-blokade yang dilakukannya di laut dihormati oleh Negara-negara netral.
3.      Di lain pihak, pemerintah yang memberontak tersebut tidak dapat merundingkan perjanjian-perjanjian internasional, tidak dapat menerima dan mengirim wakil-wakil diplomatic dan hubungannya dengan Negara-negara lain hanya bersifat informal. Ia merupakan subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan bersifat sementara.
4.      Sebagai akibat pengakuan belligerency oleh Negara-negara ke-3, Negara induk dibebaskan dari tanggung jawab terhadap Negara-negara ke-3 tersebut sehubungan dengan perbuatan-perbuatan kelompok yang memberontak.
5.      Bila Negara induk memberikan pula pengakuan belligerency kepada pihak yang memberontak, ini berarti kedua pihak harus melakukan perang sesuai dengan hukum perang. Dalam hal ini, pihak ke-3 tidak boleh ragu-ragu lagi untuk memberikan pengakuan yang sama.
6.      Pengakuan belligerency ini bersifat terbatas dan sementara serta hanya selama berlangsungnya perang tanpa memperhatikan apakah kelompok yang memberontak itu akan menang atau kalah dalam peperangan.
7.      Dengan pengakuan belligerency itu Negara-negara ke-3 akan mempunyai hak-hak dan kewajiban sebagai Negara netral dan pengakuan belligerency ini terutama diberikan karena alasan humaniter.
F.                 PENGAKUAN TERHADAP GERAKAN-GERAKAN PEMBEBASAN NASIONAL
Suatu perkembangan baru dalam hukum internasioanal ialah diberikannya pengakuan terbatas kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang memungkinkannya untuk ikut dalam PBB atau organisasi-organisasi internasioanl tertentu. Namun, pengakuan semacam ini belum bersifat universal dan masih ditolak terutama oleh Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan alasan Piagam PBB tidak berisi ketentuan mengenai peninjau dan gerakan-gerakan pembebasan adalah kelompok yang bukan Negara.
Title: PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL; Written by Unknown; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar